Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengeluarkan PKPU No 18 tahun 2019 tentang Pencalonan dalam Pilkada 2020.
Dari sejumlah syarat di PKPU itu, tidak ada satupun syarat yang mengatur tentang larangan mantan narapidana korupsi maju sebagai calon kepala daerah.
Menurut Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia, langkah ini merupakan jalan tengah agar ada keharmonisan antara PKPU dengan Undang-Undang No 10 tahun 2016 tentang Pilkada.
"Saya kira ini harmonisasi Menkumham. Usulan PKPU juga sudah tepat. Ini adalah jalan tengah, biar tidak ada lagi dua peraturan, yang satu di bawahnya bertentangan dengan di atasnya," ucap Ahmad Doli Kurnia saat ditemui di Kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Sabtu (7/12/2019).
Politikus Golkar ini mengatakan memang di awal KPU bersikukuh melarang mantan narapidana korupsi maju di Pilkada yang disusun dalam peraturan KPU (PKPU).
Baca: Politisi Golkar: Ada Faktor Jokowi dan Luhut di Balik Mulusnya Munas Golkar
Baca: Ketua Komisi II DPR Minta Rencana PNS Kerja 4 Hari Seminggu Dikaji Mendalam
Baca: PKPU Tidak Eksplisit Larang Mantan Narapidana Koruptor Maju Pilkada, Hanya Sebatas Imbauan
Peraturan ini tidak sejalan dengan Pasal 7 ayat 2 huruf g UU No 10 tahun 2016, yang tidak melarang eks koruptor maju Pilkada.
UU itu menyebut, eks napi koruptor boleh maju namun harus mengumumkan diri di media massa sebagai eks narapidana.
Sampai akhirnya KPU mengeluarkan PKPU yang resmi ditetapkan pada 2 Desember 2019, memperbolehkan eks napi koruptor maju Pilkada 2020.
Baca: Gibran dan Bobby Maju Pilkada 2020, Pengamat: Tak Masalah Selama Proses Rekrutmen Dilakukan Terbuka
Baca: Anak dan Menantu Jokowi Maju Pilkada 2020, M Qadari: Sulit Dikatakan ada Nepotisme
"Persoalan kemarin KPU memasukkan melarang eks napi koruptor. Tapi kan Undang-Undang memperbolehkan. Saya kira itu jalan kompromi yang paling baik yang diambil sekarang. Juga tidak ada peraturan yang dibuat, tidak bertentangan satu sama lain," tuturnya.
Dia menambahkan nantinya tinggal partai politik lah yang memutuskan. Baiknya partai politik (Parpol) tetap memprioritaskan calon yang tidak menjadi mantan atau eks napi koruptor.
"Sekarang tinggal parpolnya saja, kalau dianggap bahwa lebih baik kader diusung yang bukan eks napi koruptor, itu membantu kita menciptakan pemerintahan yang bersih," tegasnya.