TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presidium GMNI hasil Kongres Medan, menolak secara tegas wacana di kalangan elite partai politik mengenai masa jabatan presiden lebih dari dua periode.
Penolakan tersebut menurutnya dikarenakan dapat menimbulkan power tends to corupt.
"Absolute power corupt absolutely. Kami menolak tegas wacana tersebut. Kekuasaan yang tak dibatasi apalagi tak terbatas sudah pasti akan disalahgunakan," kata Presidium GMNI, Doni Rhomadona , Jumat (6/12)
Dia menjelaskan, memang hal tersebut masih sebatas wacana. Akan tetapi, yang diwacanakan tersebut justru merupakan gagasan yang mundur sekaligus keluar dari jalur perjuangan reformasi.
"Dulu, mahasiswa dan masyarakat berjuang berdarah-darah. Nah sekarang kok malah para segelintir elite ingin kembali kemasa kegelapan itu," katanya
Dia juga menyinggung soal adanya wacana perubahan sistem pemilihan umum langsung presiden dan kepala daerah menjadi sistem keterwakilan lewat pemilihan oleh Majelis Perwakilan Rakyat untuk presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk memilih kepala daerah.
"Dalam situasi sekarang ini, wacana pemilihan presiden maupun kepala daerah lewat gaya keterwakilan seperti itu, apapun dalihnya, kami melihat sebagai sebuah upaya untuk membajak demokrasi yang merupakan hak rakyat. Di mana posisi rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi?" kata Doni.
Dia berharap, para elite politik sebaiknya fokus untuk membenahi sejumlah persoalan yang dihadapi rakyat dan negara.
"Ada baiknya fokus bekerja untuk memperbaiki nasib rakyat daripada mengeluarkan wacana yang sudah pasti akan banyak penolakan," ujarnya.
Dilansir Kompas.com, sebelumnya, Presiden Jokowi juga menegaskan tak setuju pada usul masa jabatan presiden diperpanjang menjadi tiga periode.
Ia pun merasa curiga pihak yang mengusulkan wacana itu justru ingin menjerumuskannya.
"Kalau ada yang usulkan itu, ada tiga (motif) menurut saya, ingin menampar muka saya, ingin cari muka, atau ingin menjerumuskan. Itu saja," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (2/12/2019).
Jokowi menegaskan, sejak awal, ia sudah menyampaikan bahwa dirinya adalah produk pemilihan langsung berdasarkan UUD 1945 pasca-reformasi.
Dengan demikian, saat ada wacana untuk mengamendemen UUD 1945, Jokowi sudah menekankan agar tak melebar dari persoalan haluan negara.
"Sekarang kenyataannya begitu kan, (muncul usul) presiden dipilih MPR, presiden tiga periode. Jadi lebih baik enggak usah amendemen. Kita konsentrasi saja ke tekanan eksternal yang tidak mudah diselesaikan," kata dia.