News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilkada Serentak 2020

Tak Jadi Larang Eks Napi Korupsi Ikut Pilkada, KPU Dinilai Realistis

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota Komisi II DPR RI Arwani Thomafi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (7/12/2019).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - KPU resmi menerbitkan PKPU pada 2 Desember 2019 lalu. Di dalamnya tak tercantum larangan bagi eks terpidana korupsi maju Pilkada 2020.

Komisi II DPR RI memandang KPU realistis soal frasa larangan tersebut.

Sebab mereka berkaca dari keputusan Mahkamah Agung (MA) yang pernah menganulir PKPU sebelumnya.

Penyusunan PKPU pun harus mengacu pada peraturan perundang-undangan di atasnya yang lebih punya kekuatan hukum mengikat.

"MA kan sudah menganulir PKPU sebelumnya. Kalau PKPU atau penyusunan peraturan perundang-undangan itu kan harus melihat peraturan yang di atasnya. Kita lihat selama ini kita pengalaman di MA. Udah acuannya ke sana," kata Anggota Komisi II DPR, Arwani Thomafi saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (7/12/2019).

Apalagi menurut politikus PPP ini, seorang narapidana yang sudah menjalani masa hukumannya, punya hak-hak serupa dengan masyarakat lainnya.

Baca: PKPU Perbolehkan Eks Koruptor Maju Pilkada, Komisi II: Ini Jadi Jalan Tengah

Baca: PKPU Tidak Eksplisit Larang Mantan Narapidana Koruptor Maju Pilkada, Hanya Sebatas Imbauan

Kecuali bagi terpidana yang diputus hak-hak politiknya oleh pengadilan.

"Mereka sudah melaksanakan hukuman, artinya ada hak-hak, kecuali hak-hak politiknya hilang," kata dia.

Soal frasa dalam PKPU Nomor 18 tahun 2019 pasal 3A, ayat 3 dan 4, yang lebih menekankan imbauan kepada partai politik mengusung sosok calon kepala daerahnya, Arwani menilai urusan tersebut sudah berada pada ranah parpol dan masyarakat.

Sehingga, maknanya partai politik punya kewajiban dan tanggung jawab untuk memproses rekrutmen calon secara transparan, disamping mempertimbangkan sisi kepercayaan publik terhadap sosok tersebut.

Setelah parpol menentukan siapa calon yang dipilih berdasarkan proses tadi, kini keputusan berada di masyarakat.

Publik punya kebebasan untuk menentukan pilihan terhadap pimpinannya di masa mendatang.

"Mencalonkan mereka yang pernah menjalani masa hukuman kasus korupsi kita serahkan kepada masyarakat. Apakah dipilih atau nggak. Tinggal nanti masyarakat punya pendapat," kata dia.

Baca: PDIP Jateng Buka Pendaftaran Pilkada 2020: 35 Orang Mendaftar di Hari Pertama, Belum Ada Nama Gibran

Baca: Bobby Nasution Susul Gibran Maju Pilkada 2020, Berikut Tanggapan Parpol hingga Istana

Sebagaimana diketahui, KPU resmi menerbitkan PKPU untuk Pilkada 2020.

PKPU baru ini ditetapkan tanggal 2 Desember 2019 lalu, dengan Nomor 18 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Dan/Atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

Pada pasal 3A ayat 3 dan 4, KPU mengimbau partai politik untuk mengutamakan calon kepala daerah yang tak punya status mantan terpidana korupsi.

Bukan melarang, KPU hanya sebatas memberikan imbauan kepada partai politik agar memilih calon yang bersih dari kasus korupsi masa lalu.

"(3) Dalam seleksi bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota secara demokratis dan terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengutamakan bukan mantan terpidana korupsi," bunyi pasal tersebut.

"(4) Bakal calon perseorangan yang dapat mendaftar sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota diutamakan bukan mantan terpidana korupsi," tulis pasal itu lagi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini