News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

CSIS Nilai Tak Ada Urgensi Menghidupkan Kembali GBHN

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Diskusi bertajuk 'Review Politik Akhir Tahun: Ancaman Pilkada Tidak Langsung, Amandemen Konstitusi dan Kembalinya Oligarki?', di Hotel Ibis Tamarin, Jakarta, Minggu (8/12/2019).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti CSIS Edbert Gani menilai tak ada urgensi menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dalam wacana amandemen UUD 1945.

Menurutnya, GBHN menunjukkan inkonsistensi sistem presidensial yang diterapkan Indonesia.

Hal itu disampaikannya dalam diskusi bertajuk 'Review Politik Akhir Tahun: Ancaman Pilkada Tidak Langsung, Amandemen Konstitusi dan Kembalinya Oligarki?', di Hotel Ibis Tamarin, Jakarta, Minggu (8/12/2019).

"Terkait isu GBHN kami memiliki pandangan pertama kali menjadikan MPR lembaga tertinggi negara lagi. Itu tidak konsisiten dengan sistem presidensial yang kita pilih," ujarnya.

Gani mengatakan ada dua argumen yang membuat GBHN tidak urgen.

Yang pertama, katanya, kebutuhan rencana panjang dan menengah telah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

Baca: Video Detik-detik Puteri Indonesia Terpeleset di Panggung Miss Universe 2019,Wakil Malaysia Terjatuh

Baca: Misteri Jasad Balita Tanpa Kepala, Kaos Bergambar Tugu Monas Mirip Pakaian Terakhir Yusuf

Yang kedua, lanjut Gani, adanya GBHN mereduksi inovasi dari seorang presiden.

Sebab, pembangunan telah didesain dan ditetapkan dalam GBHN.

"Apabila ada GBHN mengakibatkan untuk mereduksi insentif presiden melakukan inovasi," ujarnya.

Diketahui, rekomendasi MPR periode 2014-2019 adalah untuk dilakukan amandemen terbatas UUD 1945 pada sisi menghidupkan kembali GBHN.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini