TRIBUNNEWS.COM - Pakar Hukum Pidana, Asep Iwan Iriawan turut menyoroti kasus penyeludupan Harley Davidson dan sepeda Brompton ilegal yang dibawa pesawat Garuda Indonesia.
Asep menuturkan, dalam kasus ini harus ada proses hukum yang harus dilakukan.
Ia menghimbau kasus ini jangan hanya berhenti dalam pemecatan ataupun membayar denda saja.
Pernyataan ini ia ungkapkan dalam acara Sapa Indonesia Malam yang dilansir kanal YouTube Kompas TV, Minggu (8/12/2019).
Asep mengungkapkan selain melanggar Undang-undang kepabeanan, hukum pidana perlu diproses guna mencegah terjadinya kasus tersebut terulang kembali.
"Nah sekarang pembelajaran agar tidak terulang lagi, ini harus diproses (hukum)," ujarnya.
"Ini jangan hanya berhenti dibayar denda saja, tapi pidananya juga harus diproses," imbuh Asep.
Mantan Hakim ini juga menuturkan membayar kepabeanan tidak berarti menghilangkan tindak pidananya.
"Sekarang logika sederhana, ngapain dibikin UU 102 kepabeanan yang baru dirubah No 17 tahun 2006, kalau orang cuma bayar bea selesai," ujar Asep
Menurutnya, yang dilakukan oleh eks Dirut Garuda Indonesia, Ari Askhara sudah masuk dalam tindak kejahatan penyelundupan.
Hal ini terlihat karena tidak ada satupun barang yang memiliki dokumen yang lengkap.
Sehingga proses pidana harus dilakukan.
"Kan masalahnya ini barang beli di sana (luar negeri) terus ada tidak surat-suratnya?" ungkap Asep.
"Iya Pasal 3 UU kepabeanan mengatur barang harus diperiksa dan cek fisiknya, setelah dilihat (barang yang dibawa Ari) ternyata dokumennya kan tidak ada," imbuhnya.
"Membawa barang yang tidak lengkap dokumen itu tindak pidana," tambah Asep.
Asep juga merasa kecewa dengan aksi penyelendupan yang dilakukan oleh Ari Askhara.
Mengingat Ari merupakan pemimpin tertinggi di PT Garuda Indonesia.
Asep menyebut, jika proses pidana dilakukan, Ari dapat terancam hukuman maksimal 10 tahun penjara.
"Bayangkan sekarang, seorang pemimpin pesawat yang orang suka menumpang di situ, ternyata memberikan contoh yang tidak baik, kalau dia suratnya saja tidak ada, langsung ketahuan lagi," ujar Asep.
"Kalau dokumen tidak lengkap manifes tidak lengkap, tidak sesuai ada ancaman pidananya, minimal 1 tahun maksimal 10 tahun, belum pajaknya itu barang mewah," ungkap Asep.
Diketahui untuk denda pidana paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 5 miliar.
Disisi lain, Asep juga merasa pemecatan Ari Askhara sebagai Dirut Garuda Indonesia oleh Menteri BUMN Erick Thohir merupakan tindakan yang sangat wajar.
"Nah kalau dilakukan oleh pemimpin BUMN pesawat terbang melanggar peraturan tersebut, lalu apa yang terjadi? Makanya wajar kalau menteri BUMN memberhentikannya," ujarnya.
"Dalam UU BUMN itu diperbolehkan. Saya sependapat. Harus dipecat," imbuhnya.
Selain itu, Asep juga mempersilahkan Ari, seandainya akan melawan keputusan dari Erick Thohir.
Karena itu menjadi hak dari mantan Dirut Garuda Indonesia.
"Didepan hukum sama, azas praduga tak bersalah hak siapapun," ungkap Asep.
"Kan dia diberhentikan oleh menteri, silahkan lawan kalau memang dia punya alasan," imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Pusat Kajian Antikorupsi (PUSAKA) Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, Pujiyono, juga sependapat dengan Asep.
Dikutip dari Tribunnews.com, Pujiyono menuturkan kasus mantan Dirut Garuda ini juga harus diteruskan ke peradilan pidana.
Selain itu, Pujiyono juga meyakini kasus tersebut bukan merupakan hal baru di Garuda Indonesia.
Sehingga ia meminta agar kasus penyelundupan Harley Davidson dan sepeda Brompton ilegal ini dapat dilakukan penyelidikan secara menyeluruh.
Hal ini perlu dilakukan agar dapat memutus mata rantai penyelundupan barang - barang mewah yang dilakukan oleh orang - orang yang memiliki kekuasaan.
"Kasus ini saya yakin bukan hal baru. Bisa jadi merupakan modus penyelundupan yang melibatkan orang-orang yang memegang kekuasaan dan bisa jadi juga merupakan jaringan,"ungkapnya (*)
(Tribunnews.com/Isnaya Helmi Rahma/Srihandriatmo Malau)