Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan independensi KPK hilang lantaran berlakunya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK.
Potensi hilangnya independensi lemabaga antirasuah itu nyata diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UU KPK baru.
Dalam pasal tersebut menerangkan lembaga KPK berada dalam rumpun kekuasaan eksekutif atau pemerintah.
Karena itulah, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyebut Indonesia sudah mengabaikan sebagian norma dan prinsip yang diatur dalam kesepakatan United Nations Convention against Corruption (UNCAC).
UNCAC merupakan perjanjian antarnegara yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait pemberantasan kejahatan korupsi.
UNCAC bertujuan memperkuat langkah pencegahan dan pemberantasan korupsi secara efisien dan efektif dengan kerja sama antarnegara anggota PBB.
Namun dengan keberadaan KPK yang tak lagi independen, katanya, Indonesia akan disebut sebagai negara yang tidak patuh lantaran tidak menjalankan prinsip dan norma yang diatur dalam perjanjian internasional tentang pemberantasan korupsi atau UNCAC.
“Kita bisa dianggap negara yang tidak memenuhi (prinsip dan norma UNCAC), nanti dalam review jelek hasilnya. Tetapi, apakah ada sanksi hukum misalnya, di denda, tidak. Tetapi, kita dianggap negara yang tidak patuh,” kata Syarif di Gedung ACLC, Jakarta Selatan, Selasa (10/12/2019).
Syarif menjelaskan, KPK sebelumnya bekerja sebagai lembaga negara yang independen sebelum Undang-Undang KPK resmi direvisi.
“Alhamdulillah dulu KPK kita itu independen, kan sudah memenuhi. Tetapi sekarang kita ubah menjadi tidak independen. Berarti kita enggak comply lagi dengan UNCAC," jelasnya.
Selain tidak independen, kata Syarif, Indonesia juga tidak mematuhi perjanjian UNCAC terkait jaminan lembaga antikorupsi masuk dalam sebuah konstitusi.
Menurutnya, keberadaan KPK dalam konstitusi itu diperlukan guna memberantas kejahatan korupsi agar lebih baik lagi.
“Kita belum memenuhi dalam konstitusi. Tetapi, dalam undang-undang sudah cukup asal dibuat jelas permanen. Mengapa diperlukan kondisi itu? Karena kejahatan korupsi itu berbeda dengan kejahatan biasa. Karena yang dilawan kejahatan korupsi itu penguasa, apakah legislatif, eksekutif bahkan yudikatif. Jadi di situ,” kata Syarif.
Seperti diketahui, Indonesia telah meratifikasi UNCAC pada 18 Desember 2003. Pelaksanaan ketentuan dalam UNCAC secara efektif dapat dianggap sebagai cerminan kuatnya komitmen suatu negara untuk memberantas korupsi dan menjalankan tata pemerintahan yang baik.
"Indonesia itu telah meratifikasi United Nations Convention Against Corruption, sebagai konsekuensi hukum dari ratifikasi itu, Indonesia harus mengikuti prinsip-prinsip dan norma-norma yang ada di dalam UNCAC," tutur Syarif.