TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pengamat politik Ray Rangkuti menilai garing pernyataan dukungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas wacana hukuman mati terhadap koruptor. Kenapa garing?
"Mudah saja melacaknya. Dimulai dari sikapnya atas revisi UU KPK, batalnya beliau mengeluarkan Perppu pemulihan KPK, pemberian grasi atas napi koruptor, serta tak jua adanya langkah maju dalam pengungkapan kasus Novel Baswedan. Jika dihadapkan pada kenyataan-kenyataan itu, maka pernyataan presiden tersebut terasa garing," ujar Ray Rangkuti kepada Tribunnews.com, Selasa (10/12/2019).
Baca: Pengamat: Hubungan Jokowi dan KPK Dianggap Memanas, Segalanya Mau Intervensi
Di luar itu, di kalangan pegiat HAM, dia menjelaskan, hukuman mati atas seseorang juga telah lama digaungkan untuk ditiadakan.
Hukuman mati diganti dengan hukuman seumur hidup atau lainnya yang sepadan.
"Karena itu, selain garing, pernyataan presiden tersebut juga seperti mengabaikan semangat menghapuskan hukuman mati bagi seseorang," jelasnya.
Baca: Jokowi Desak Kasus Novel, Polri Ajak Masyarakat Doa Bersama
Ia juga melihat, ada sesuatu yang tidak konsisten dalam sikap Jokowi, ketika menyatakan dukungan terhadap wacana hukuman mati koruptor.
"Kegaringan itu bertambah manakala presiden membuat alasan pemberian grasi terhadap napi koruptor atas dasar pertimbangan kemanusiaan. Satu sikap yang terlihat saling bentrok. Di satu segi, demi grasi presiden menjunjung kemanusiaan, tapi saat yang sama tidak menolak pemberlakuan hukuman mati terhadap koruptor."
"Lha...bagaimana dua sikap berbeda ini bisa jadi satu?" tegasnya.
Baca: Wacana Hukuman Mati Koruptor Hanya Slogan Semata Jika Tak Ada Inisiatif Pemerintah
Menurut dia, Jokowi seharusnya tidak perlu memperlihatkan sikap seolah tak keberatan menghukum mati koruptor untuk memperlihatkan citra sebagai presiden yang antikorupsi. Karena kata dia, penampilan ini, selain garing juga pernyataan yang berlebihan.
Untuk meyakinkan publik bahwa presiden punya komitmen antikorupsi, imbuh dia, Jokowi cukup memulihkan kembali kewenangan dan fungsi KPK dalam pemberantasan korupsi, tidak memberi grasi bagi mereka yang dipidana korupsi.
"Dan segera mengungkap siapa pelaku kriminal terhadap Novel Baswedan. Saya kira, dengan langkah ini, lebih dari cukup untuk menggetarkan bagi siapapun yang berminat mengkorupsi uang negara. Mari kita sambut hari anti korupsi ini lebih dari sekedar untuk kepentingan citra, perayaan-perayaan, tapi aksi dan tindakan nyata," tegasnya.