TRIBUNNEWS.COM - Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Buya Syafi'i Maarif mengkritisi kebijakan penghapusan Ujian Nasional oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim.
Menurutnya, Mendikbud harus berhati-hati akan kebijakan tersebut dan berharap dapat ditinjau lagi.
"Itu harus hati-hati tidak segampang itu, harus hati-hati. Harus ditinjau dari segala prespektif," ujarnya dilansir dari YouTube CNN Indonesia, Jumat (13/12/2019).
Buya menilai, ujian sekolah dibuat dengan tujuan para siswa dapat sungguh-sungguh belajar.
Menurut Buya, kebijakan tersebut tak harus diputuskan dengan tergesa-gesa.
Kebijakan Nadiem Makarim dinilai harus dikaji ulang karena ini bukan Gojek.
"Jadi menurut saya jangan tergesa gesa. Harus dikaji ulang secara mendalam libatkan para pakar yang mengerti betul-betul. Jangan serampangan, ini bukan Gojek," tegasnya.
Baca: Nadiem Makarim Ibaratkan Asesmen Kompetensi Seperti Belajar Renang
Baca: Nadiem Makarim Tegaskan Program Pengganti UN Sesuai Standar, Menarik Inspirasi Asesmen Seluruh Dunia
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) ,Nadiem Makarim, telah melakukan rapat kerja dengan Komisi X DPR-RI soal penghapusan Ujian Nasional (UN).
- Nadiem Makarim Tegaskan Program Pengganti UN Sesuai Standar, Menarik Inspirasi Asesmen Seluruh Dunia
Dalam rapat kerja, Nadiem Makarim membahas UN akan diganti sistem penilaian lain.
Sistem tersebut bernama asesmen kompetensi minimum dan survei karakter.
Nadiem menyatakan sistem pengganti UN tersebut akan diberlakukan mulai 2021.
"Tapi mulai 2021, di situlah akan mulai dilakukan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter," ungkap Nadiem dilansir YouTube KompasTV, Kamis (12/12/2019).
Asesmen kompetensi minimum bukanlah untuk mengevaluasi prestasi murid, namun untuk melihat kualitas sekolah.
"Ini hanya sebagai tolak ukur sekolahnya sedang di mana. Jadi ini sebenarnya kita melakukan penilaian standar nasional adalah untuk mengetahui tingkat sekolahnya ini sudah mencapai nggak level minimun?" sambung Nadiem.