Laporan Wartawan Tribunnews.com, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gelora yang juga merupakan Mantan wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mempertanyakan keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim yang menghapus ujian nasional dan menggantinya dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter.
Menurut Fahri Hamzah, keputusan tersebut menandakan bahwa presiden Jokowi inkonsisten.
Karena menurutnya pada saat pelantikan Kabinet Indonesia Maju beberapa waktu lalu, Jokowi menyatakan bahwa tidak ada visi misi menteri, dan yang ada hanya visi misi presiden.
"Bagaimana presiden yang sama mengambil dua keputusan yang berbeda? Katanya nggak ada visi menteri, yang ada hanya visi presiden. Nah presiden kan sama?" kata Fahri kepada wartawan, Jumat (13/12/2019).
"Bagaimana presiden yang sama mengambil dua keputusan yang berbeda? Katanya nggak ada visi menteri, yang ada hanya visi presiden. Nah presiden kan sama?" kata Fahri kepada wartawan, Jumat (13/12/2019).
Menurut Fahri Hamzah, mengganti UN sama seperti mengubah kebijakan negara.
Dalam mengubah kebijakan negara seorang pejabat atau menteri tidak bisa sembarangan seperti sopir bajaj.
Mengubah kebijakan negara menurutnya harus seperti mengubah jalur kereta api, yang harus menyiapkan rel nya terlebuh dahulu.
"Rel adalah aturan. Perubahan aturan harus disampaikan kepada publik, gitu. Metode kereta api itu sebetulnya mengikuti logika ruang publik bahwa aturan lebih penting dari pejabat. Pejabatnya boleh berganti tapi aturannya tetap. Tapi di sektor pendidikan sering betul terjadi 'ganti menteri ganti kebijakan'. Dan orang-orang, termasuk Pak JK (Jusuf Kalla), tak paham," katanya.
Fahri menyarankan kepada Mendikbud untuk tidak mengubah konsep pendidikan.
Menteri sebaiknya hanya mengubah aplikasi atau penerapan konsep tersebut.
Selama ini menurutnya konsep pendidikan di Indonesia sudah baik.
"Konsep sih sudah ok, tapi aplikasi dan implementasi butuh dukungan teknologi. Ini tantangan. Saya membayangkan waktu itu dengan anggaran pendidikan terbesar Rp 508 Trilyun, Mendikbud akan mengembangkan aplikasi dan implementasi pendidikan yang massif. Bahkan lebih dari itu, dengan dana yang cukup negara akan modernisasi pendidikan sampai kampung-kampungm" katanya.
Fahri meminta Nadiem Makarim dalam menjalankan tugasnya berkonsultasi dengan menteri pendidikan sebelumnya, Muhadjir Effendy.
Nadiem Makarim berkonsultasi soal merancang sebuah modernisasi kebijakan.
"Seperti GoJek yang Anda jadikan 'wabah' di kalangan pemilik kendaraan, jadikanlah inovasi dalam aplikasi dan implementasi pendidikan menjadi wabah modernisasi pendidikan di negeri yang terlalu luas ini. Lihat India, lihat China yang penduduknya lebih besar, mereka bisa. Memang tidak mudah, menteri (Nadiem) masih muda. Tapi dia juga diberi kesempatan oleh bangsa ini melalui presiden agar berkarya yang terbaik," ucap Fahri Hamzah.
"Nah, lakukan yang terbaik. Jangan libatkan diri dalam debat yang berulang-ulang. Kerjakan saja apa yang terbaik bisa dipersembahkan. Bikinlah optimisme, bikin senyum sekolah dan anak didik di seluruh negeri, bikin mudah Guru yang hidupnya susah, bikin teknologi yang menjembatani seluruh kesulitan anak bangsa untuk menjadi cerdas sesuai amanah Pembukan UUD 1946. Itu saja. Ada uang, ada ruang, apa lagi?" pungkas Fahri.