News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Penghapusan Ujian Nasional

Tolak Kebijakan Nadiem Makarim Hapus UN, Jusuf Kalla: Jangan Ciptakan Generasi Muda Lembek

Penulis: Indah Aprilin Cahyani
Editor: Fathul Amanah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Wakil Presiden ke-12 Jusuf Kalla menanggapi soal penghapusan Ujian Nasional yang dikeluarkan oleh Mendikbud Nadiem Makarim.

TRIBUNNEWS.COM - Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menanggapi rencana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim yang bakal menghapus Ujian Nasional (UN).

Jusuf Kalla menyampaikan kebijakan penghapusan UN bukanlah langkah yang tepat.

“Jangan menciptakan generasi muda yang lembek,” ujar JK dilansir YouTube KompasTV, Kamis (12/12/2019).

Ia menuturkan ujian nasional seharusnya menjadi bagian penting dari sebuah proses pembelajaran.

“UN tetap pentinglah itu, semua harus belajar,” tandas Jusuf Kalla.

Dalam hal itu, JK menganggap penghapusan Ujian Nasional dapat membuat semangat belajar siswa menurun.

Dirinya berpandangan adanya penghapusan UN nantinya akan membuat siswa tidak bekerja keras.

Komentar pun tak banyak dilontarkan Jusuf Kalla yang menyatakan akan menjelaskan di kemudian hari.

"Itu penting, nantilah kita bicarakan," ungkapnya.

Pada tahun 2021, UN akan dihapus dan diganti dengan Asesmen Kompetensi Mininum dan Survei Karakter.

Pernyataan JK tersebut ditanggapi oleh Nadiem Makarim.

Nadiem menyatakan bahwa perubahan sistem Ujian Nasional menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter lebih membuat siswa dan sekolah menjadi tertantang.

"Enggak sama sekali (membuat siswa lembek), karena UN itu diganti asesmen kompetensi di 2021. Malah lebih men-challenge sebenarnya," kata Nadiem di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (11/12/2019), dilansir Kompas.com.

Lebih lanjut, ia menyebut setelah sistem ujian asesmen diterapkan maka pihak sekolah harus mulai menerapkan pembelajaran yang sesungguhnya.

Ia meminta agar pihak sekolah (guru) tidak sekedar menerapkan sistem penghafalan semata.

Diketahui sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim telah mengeluarkan empat kebijakan dalam program 'Merdeka Belajar'.

Pernyataan tersebut disampaikan dalam video yang diunggah kanal YouTube Kompas TV, Rabu (11/12/2019).

Berikut empat kebijakan yang dikeluarkan oleh Nadiem terkait sistem pendidikan di Indonesia:

1. Menghapus Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN)

Nadiem mengatakan akan menghapus USBN yang selama ini telah dilaksanakan.

Sebagai gantinya hanya akan ada ujian sekolah.

Nadiem menginginkan sekolah memiliki tolak ukur tersendiri bagi muridnya.

Sehingga yang melakukan penilaian terhadap siswa dilakukan oleh gurunya sendiri.

"Sudah tidak ada USBN, itu kembali kepada sekolah. Jadi hanya ujian sekolah," jelas Nadiem.

"Secara jelas, evaluasi atau penilaian terhadap siswa atau murid itu dilakukan oleh guru dan assessment untuk kelulusan itu adalah ditentukan oleh sekolah," tandasnya.

2. Mengganti sistem Ujian Nasional (UN) 

Nadiem juga akan mengganti sistem UN menjadi assessment competency dan survey karakter.

Tidak hanya itu, Nadiem juga akan memajukan pelaksanaan sistem penilaian yang semula berada di akhir jenjang menjadi di tengah.

Sehingga hasil dari penilaian siswa tersebut tidak dapat digunakan sebagai alat seleksi siswa.

Nadiem menginginkan bukan siswa yang menjadi tolak ukur, seharusnya sekolah dan sistem pendidikan yang telah dilaksanakan di institusi tersebut.

"UN diganti jadi assessment competency dan survey karakter. UN itu sekarang kan di akhir jenjang, nanti akan di tengahkan jenjangnya, jadi itu tidak bisa digunakan sebagai alat seleksi siswa," ucap Nadiem.

"Sekarang yang dihukum itu kan siswanya kalau angkanya tidak baik. Itu sebenarnya menjadi tolak ukur untuk sekolah dan sistem pendidikannya," imbuhnya.

3. Perampingan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Para guru di sekolah selalu membuat RPP untuk mempersiapkan kegiatan pembelajaran di kelas.

Rancangan tersebut dapat berlaku untuk satu pertemuan maupun dalam setiap periode.

Nadiem menuturkan akan merampingkan 13 komponen silabus yang tadinya harus dikembangkan untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran bagi murid.

Apabila sebelumnya RPP memerlukan kertas yang banyak, Nadiem mengatakan ke depan hanya membutuhkan satu halaman yang terdiri dari tiga komponen.

"Ke tiga adalah RPP yang tadinya berhalaman-halaman, 13 komponen menjadi tiga komponen dan cukup satu halaman," tutur Nadiem.

4. Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)

Nadiem juga mengubah persentase sistem dalam proses PPDB berikutnya.

Sebelumnya, 80 persen menggunakan sistem zonasi, 15 persen jalur prestasi dan 5 persen perpindahan.

Kemudian Nadiem mengubah menjadi 50 persen menggunakan sistem zonasi, 30 persen melalui jalur prestasi, 15 persen bagi pemilik Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan 5 persen perpindahan.

"Jangan salah, 80 persen zonasi, lalu ada 5 persen perpindahan, baru yang prestasi itu 15 persen, itu sebelumnya," tutur Nadiem.

"Jadi pindah zonasi 50 persen, afirmasi yaitu Kartu Indonesia Pintar 15 persen, perpindahan 5 persen, jadi sisanya berapa tuh? Untuk prestasi 30 persen," tandasnya.

Nadiem juga menjelaskan dengan perubahan persentase tersebut diharapkan mampu memberikan kesempatan bagi siswa yang memiliki KIP.

(Tribunnews.com/Indah Aprilin Cahyani)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini