Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kemendikbud, Ade Erlangga menyampaikan pola ujian asesmen kompentensi minimum dan survei karakter yang menjadi pengganti Ujian Nasional (UN).
Nantinya, terdapat tiga hal yang meliputi penilaian seluruh peserta didik.
Erlangga mengungkapkan, asesmen berupa penilaian kompentensi minimum yang meliputi pengetahuan peserta didik mengenai literasi.
"Contohnya literasi; dengan cara kemampuan kompetensi dasar. Gimana mereka dilihat kemampuan penalaran dan analisis situasi di sekitarnya," kata Erlangga dalam Diskusi Polemik tentang 'Merdeka Belajar Merdeka UN' di Hotel Ibis Jakarta Tamarin, Jakarta Pusat, Sabtu (14/12/2019).
Baca: Tak Ada Satupun Fraksi Menentang Penghapusan UN
Selain kemampuan itu, peserta didik juga akan dilakukan pengujian numerasi. Bukan seperti soal matematika pada umumnya, nantinya numerasi lebih diarahkan kepada kemampuan logika dan kuantitatif.
"Numerasi misalnya soal matematika. Itu kan ilmu penting ilmu logika tapi tidak lagi seperti sekarang bagaimana kecenderungan menghafal atau sifatnya mengambil jalan pintas tapi bagaimana bisa menganalisis berbagai macam hal logika dan kuantitatif di sekitar kita. Dan anak- anak peserta didik diassest tentang kemampuan mereka nalar dan analisa," kata Erlangga.
Terakhir, kata dia, pihaknya juga akan melakukan survei karakter kepada peserta didik di sekolah. Menurutnya, survei tersebut menjadi penting agar pendidikan lebih berakhlak mulia.
Baca: Biar Tak Cuma Wacana, DPR Dorong Nadiem Makarim Buat Kajian Akademis
"Survei karakter karena itu penting sebagai tujuan pendidikan untuk brakhlak mulia, berbudi pekerti yang bagus. Gimana anak-anak itu diassest sikap gotong royong, atau sering bullying, kemampuan mereka menghormati orang tua. Jadi karakter itu penting untuk diassets," ungkap dia.
Dia menambahkan, assesmen akan dimulai sejak pertengahan tahun masa studi peserta didik. Hal itu pun berlaku pada jenjang SD, SMP hingga SMA.
"Assestment dilakukan di tengah-tengah kelas 4 8 dan 11 supaya bisa dilakukan perubahan kalau ada kurang pas dari mereka. Jadi bukan lagi sebagai standar kelulusan tapi pemetaan kondisi sekolah," pungkas Erlangga.