News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Eks Sekretaris MA Nurhadi Ditetapkan Tersangka Suap dan Gratifikasi Rp 46 Miliar

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi usai memberikan kesaksian saat sidang lanjutan kasus suap pengajuan Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dengan Terdakwa Eddy Sindoro di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (21/1/2019). Sidang mantan petinggi Lippo Group tersebut beragendakan pemeriksaan saksi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum KPK yang salah satunya yakni Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Transaksi tersebut, kata Saut, dilakukan dalam 45 kali transaksi.

Pemecahan transaksi tersebut diduga sengaja dilakukan agar tidak mencurigakan karena nilai transaksi yang begitu besar.

Baca: Nurhadi Bersaksi di Sidang Terdakwa Eddy Sindoro

Beberapa kali transaksi juga dilakukan melalui rekening staf Rezky.

"Pemberian ini diduga untuk memenangkan HS dalam perkara perdata terkait kepemilikan saham PT. MIT," kata Saut.

Gratifikasi terkait dengan perkara di pengadilan

Saut menambahkan, Nurhadi melalui Rezky dalam rentang Oktober 2014-Agustus 2016 juga diduga menerima sejumlah uang dengan total sekitar Rp 12,9 miliar terkait dengan penanganan perkara sengketa tanah di tingkat Kasasi dan PK di MA dan permohonan perwalian.

Penerimaan-penerimaan tersebut, ditegaskan Saut, tidak pernah dilaporkan oleh Nurhadi kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan gratifikasi.

Baca: Mantan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Bersaksi dalam Sidang Eddy Sindoro

"Sehingga, secara keseluruhan diduga NHD melalui RHE telah menerima janji dalam bentuk sembilan lembar cek dari PT. MTI serta suap atau gratifikasi dengan total Rp46 miliar," kata Saut.

Atas dugaan itu, Nurhadi dan Rezky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) lebih subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Sementara Hiendra disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan dari perkara operasi tangkap tangan (OTT) dalam kasus pengaturan perkara di Mahkamah Agung 2016 lalu.

Baca: Istri Mantan Sekretaris MA Mengaku Pernah Diperiksa Kejagung terkait Uang Miliaran Rupiah

Kasus ini terungkap pada 2016 silam. Ketika itu, KPK melakukan OTT yang menjerat Edy Nasution selaku Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan pegawai PT Artha Pratama Doddy Aryanto Supeno.

Dalam kasus itu, KPK juga menjerat Eddy Sindoro yang merupakan mantan Presiden Komisaris Lippo Group. Namun ketika itu, Eddy melarikan diri ke luar negeri. Ia menyerahkan diri pada Oktober 2018.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini