TRIBUNNEWS.COM - Wacana ekspor benih lobster masih menjadi polemik di masyarakat.
Hal itu dikarenakan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy Prabowo akan membuka kembali keran lobster untuk di ekspor.
Dilansir dari kkp.go.id, satu di antara alasannya adalah karena di Indonesia masih banyak benih lobster yang belum mampu budidayakan.
Apakah memang benar para nelayan Indonesia belum mampu untuk membudidayakan benih lobster sendiri? Tribunnews.com mencoba menelusuri spekulasi tersebut.
Seorang pembudidaya lobster di Telong-elong, Jerowaru, Lombok Timur menceritakan bagaimana ia membudidayakan benur lobster.
Pria bernama Abdullah yang menjadi ketua dari Kelompok Usaha Budidaya Andalan Indonesia ini menceritakan sejak tahun 1995 masyarakat di kampungnya sudah menjadi pembudidaya lobster.
Lantas Abdullah pun menceritakan sedari awal budidaya lobster dari benih atau benurnya sampai menjadi lobster yang siap panen.
Ia membaginya menjadi 2 tahapan saat masih menjadi benih dan dipindahkan setelah seukuran ibu jari di dalam dua jaring yang berbeda.
"Cara kita budidaya lobster dari benur itu, kita pakai jaring 2 meter persegi ditambah sekitar 250 biji benih perjaring,"
"Dalam waktu 3 bulan ukurannya itu dari kelingking sampai ibu jari" kata Abdullah, kepada Tribunnews.com, Kamis (19/12/2019).
Abdullah pun menceritakan tingkat kematian dari benur lobster yang dibudidayakan.
"Tingkat kematiannya yang biasa kita temui itu sekitar 30 %, jadi tingkat hidupnya itu 70%," ujar pria berusia 36 tahun itu.
Setelahnya, benur bisa berkembang dari seukuran ibu jari sampai seukuran 5 jari. Lalu dipindahkan ke jaring berukuran 3 meter persegi.
"Ukuran 5 jari kita isi 75 biji untuk pasir dan 50 biji untuk mutiara dalam trol 3 meter persegi sampai panen," katanya.