TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko membantah tudingan Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane yang menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) sedang menonjolkan 'geng Solo' di tubuh Polri.
Neta menyoroti ini terkait pemilihan Kapolda Nusa Tenggara Barat (NTB) Irjen Nana Sudjana menjadi Kapolda Metro Jaya.
Moeldoko menjelaskan pengangkatan seseorang untuk menduduki posisi tertentu pasti melewati sejumlah penilaian.
Selain itu dilihat pula dari sisi prestasi dan latar belakang yang bersangkutan apakah layak mendapatkan jabatan tersebut atau tidak.
"Seperti saya menjadi panglima (TNI). Saya mengenali orang-orang yang dulu pernah bekerja dengan saya dan memiliki prestasi yang baik sehingga pada saat menjadi panglima mereka-mereka ini bisa saya tunjuk sebagai asisten saya. Analoginya seperti itulah kira-kira," ungkap Moeldoko di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Senin (23/12/2019).
Baca: Nana Sujana Jabat Kapolda Metro Jaya, Bukti Jokowi Istimewakan Geng Solo?
Moeldoko menuturkan tidak mungkin sebuah jabatan, termasuk kursi Kapolda Metro Jaya yang strategis dipertaruhkan tanpa pertimbangan matang.
"Pasti ada sebuah pertimbangan, kalkulasi-kalkulasi yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan itu memiliki kapasitas untuk bekerja, memiliki loyality untuk bekerja," ungkap mantan Panglima TNI itu.
Selain kapasitas dan loyalitas, lanjut Moeldoko, seseorang diangkat dalam jabatan pucuk pimpinan harus memiliki integritas.
Baca: Kisah Sedih 4 Bayi Baru Lahir Terjangkit HIV/AIDS, Kehadirannya Ditolak Keluarga, Begini Nasibnya
"Tiga poin itu yang selalu ditekankan dalam memilih seseorang ketika diangkat sebagai pimpinan. Enggak mungkin sebuah jabatan yang sangat penting dipertaruhkan dengan cara-cara mendapatkan seseorang yang tidak terbukti hebat di lapangan," tegasnya.
Sebelumnya, IPW menilai Jokowi seolah memperlihatkan sikap untuk menonjolkan 'geng Solo' di pucuk pimpinan kepolisian.
Ini dilihat dari Kapolda Nusa Tenggara Barat Irjen Pol Nana Sudjana yang menduduki kursi Kapolda Metro Jaya. IPW menilai prestasi Nana relatif biasa dan tidak ada yang menonjol.
Terlebih Nana pernah menjabat sebagai Kapolresta Solo saat Jokowi masih sebagai wali kota di kota tersebut.
Tak hanya Nana, IPW turut menyinggung karir Brigjen Pol Ahmad Lutfi usai menjabat sebagai Kapolresta Solo, langsung mendapat promosi sebagai Wakapolda Jawa Tengah.
Ada juga Irjen Pol Listyo Sigit Prabowo yang baru-baru ini menjabat sebagai Kabareskrim.
Diketahui, Listyo sempat menjabat sebagai Kapolrestas Solo dan ajudan Jokowi.
Kapolda Metro Jaya
Diberitakan sebelumnya, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Gatot Eddy Pramono memperoleh promosi menjadi Wakapolri.
Sebagai gantinya Irjen Nana Sujana, yang sebelumnya menjabat Kapolda NTB, menjadi Kapolda Metro Jaya.
Naiknya Gatot Eddy menjadi perwira bintang tiga sudah diprediksi, sedang munculnya Nana Sujana terbilang mengejutkan.
Demikian mutasi dilakukan berdasarkan telegram rahasia yang dikeluarkan Kapolri Jenderal Pol Idham Azis, Jumat (20/12/2019).
Persisnya Surat Telegram 3330/XII/KEP./2019 tanggal 20 Desember 2019, yang ditanda tangani Kapolri.
Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Argo Yuwono membenarkan promosi Irjen Pol Gatot Eddy Pramono menjabat Wakapolri menggantikan Komjen Pol Ari Dono.
“Pak Gatot menggantikan Pak Ari Dono yang dalam rangka pensiun,” kata Argo dikonfirmasi wartawan di Jakarta, Jumat (20/12/2019).
Untuk mengisi jabatan yang ditinggalkan Gatot, Kapolri menunjuk Irjen Nana Sujana yang saat ini menjabat Kapolda Nusa Tenggara Barat (NTB).
Pengangkatan Nana Sujana menjadi Kapolda Metro Jaya tertuang dalam ST 3331/XII/KEP./2019.
Sementara, Kapolda Banten Irjen Pol Tomsi Tohir ditunjuk sebagai Kapolda NTB yang ditinggalkan Nana Sujana.
Posisi Kapolda Banten akan ditempati Irjen Pol Agung Sabar Santoso yang saat ini menjabat Asrena Kapolri.
Siapa Nana Sudjana?
Nana kelahiran Cirebon, Jawa Barat pada 26 Maret 1969. Ia perwira tinggi lulusan AKPOL pada tahun 1988.
Nana pernah menduduki jabatan diantaranya Kapolresta Solo tahun 2010 yang saat itu Wali Kotanya Joko Widodo.
Kombes Nana Sudjana kemudian digantikan Kombes Listyo Prabowo yang saat ini berpangkat Komjen sebagai Kabareskrim.
Dari Solo, Nana ditarik menjadi Dirintelkam Polda Jateng (2011), lalu Analis Utama Tk. I Baintelkam Polri (2012), dan Analis Kebijakan Madya bidang Ekonomi Baintelkam Polri (2013).
Tiga jabatan terakhirnya sebelum menjabat Kapolda NTB adalah Dirintelkam Polda Jawa Timur pada tahun 2014,
Wakapolda Jambi pada tahun 2015, dan Wakapolda Jawa Barat pada tahun 2016.
Nana menjabat sebagai Kapolda Nusa Tenggara Barat (NTB) sejak Mei 2019.
Menurut Brigjen Argo Yuwono, mutasi anggota dilakukan untuk peningkatan kinerja institusi Polri.
"Mutasi ini adalah hal yang alami dalam organisasi Polri sebagai tour of duty dan tour of area, penyegaran, promosi dan dalam rangka performa kinerja organisasi menuju SDM unggul dan promoter," ujar Argo saat dikonfirmasi, Jumat (20/12/2019).
Geng Solo?
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta Syahputra Pane mengapresiasi pengangkatan Gatot Eddy Pramono sebagai Waka Polri
“Kapolda Metro Jaya Gatot Eddy sangat pantas menjadi Waka Polri,” kata Neta dalam siaran persnya.
Neta menyebut tiga alasan Gatot pantas menjadi Wakapolri.
Pertama, Gatot pernah dijagokan internal Polri menjadi Kapolri.
Kedua, prestasi di pendidikan kepolisian cukup menonjol. “Ketika PTIK dan Sespim, Gatot selalu bersaing dengan Tito Karnavian (mantan Kapolri kini Menteri Dalam Negeri). Tito peringkat satu dan Gatot peringkat dua,” beber Neta.
Baca: Kapolri Idham Azis Tunjuk Eks Kapolda NTB Jadi Kapolda Metro Jaya
Ketiga, kata Neta, saat proses Pilpres 2019 sebagai Kapolda Metro Jaya, Gatot “cukup berdarah darah” mengamankan ibukota yang bolak balik diterjang aksi demo dan diwarnai kerusuhan.
“Di era Gatot sebagai Kapolda, Calon Presiden 01 Joko Widodo berhasil menang 4 persen mengalahkan Calon Presiden 02 Prabowo Subianto. Padahal saat itu capres 02 sangat dominan dan mendominasi ibukota,” ucapnya.
Di sisi lain lanjut Neta, hubungan Kapolri Idham Azis dengan Gatot cukup dekat sejak lama. “Idham memimpin Satgas Merah Putih dan Gatot memimpin Satgas Nusantara.
Bagi IPW , Tito, Idam dan Gatot adalah sahabat tiga serangkai. Mereka selalu terlihat bersama sama di saat senggang saat Tito menjadi Kapolri,” ungkap Neta.
Sedangkan pengganti Gatot, Nana Sujana ketika Jokowi menjabat Wali Kota Solo, Nana menjabat Kapolresta Solo.
Prestasi Nana Sujana relatif biasa dan tidak ada yang menonjol.
Tampilnya Nana sebagai Kapolda Metro Jaya menunjukkan Jokowi semakin hendak menonjolkan “Geng Solo” di Polri.
Ini karena selain Nana, sebelumnya Listyo Sigit Prabowo, juga mantan Kapolresta Solo, terlebih dahulu promosi menjadi Kabareskrim.
Neta mengatakan tantangan berat yang harus dihadapi Nana Sujana di Polda Metro Jaya adalah kemacetan lalulintas yang luar biasa di Jakarta dan sempat “memperangkap” Presiden Jokowi dalam kesemrawutan lalulintas.
“Soal lalulintas ini perlu menjadi prioritas Nana Sujana sebagai Kapolda Metro Jaya,” katanya.
Selain itu kasus narkoba yang terus melonjak ancaman terorisme dan aksi demo, terutama dari kelompok radikal.
“Nana Sujana perlu aktif melakukan pendekatan kepada para ulama dan komunitas keagamaan, seperti yang dilakukan Gatot selama ini. Sedangkan kriminal lainnya di wilayah hukum Polda Metro Jaya masih tergolong wajar,” ucap Neta.