TRIBUNNEWS.COM - Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi menegaskan Republik Indonesia tidak akan pernah mengakui klaim sepihak yang dilakukan China di perairan Natuna, Kepulauan Riau.
Teritorial lautnya yang disebut 'Nine Dash Line' telah mengklaim Perairan Natuna sebagai miliknya.
Pernyataan tersebut disampaikan Menlu Retno Marsudi dalam video yang diunggah di kanal YouTube KompasTV, Sabtu (4/1/2020).
Retno menegaskan batas wilayah itu merupakan klaim sepihak tanpa dasar hukum.
"Indonesia tidak pernah akan mengakui Nine Dash Line, klaim sepihak yang dilakukan oleh Tiongkok yang tidak memiliki alasan hukum yang diakui oleh hukum Internasional terutama UNCLOS 1982," tutur Retno di Gedung Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (3/1/2020).
Hal tersebut disampaikan Retno usai rapat bersama Menkopolhukam Mahfud Md, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menkum HAM Yasonna Laoly, Menhub Budi Karya Sumadi, dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.
Rapat yang digelar di Kantor Kemenkopolhukam guna membahas polemik mengenai Perairan Natuna yang diklaim oleh China.
Tanggapan Prabowo Subianto
Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto memastikan, adanya penangkapan tiga kapal asing asal China yang melalui Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Perairan Natuna di Kepulauan Riau tidak akan menghambat investasi dengan China.
"Kita cool saja, kita santai," kata Prabowo di Kantor Kemenko Maritim dan Investasi, Jakarta, Jumat (3/1/2020).
Pernyataan tersebut disampaikan Menhan Prabowo dalam video yang diunggah di kanal YouTube KompasTV.
Prabowo mengaku pihaknya saat ini masih santai belum ada penambahan personel TNI untuk mengamankan di Perairan Natuna.
Namun, soal adanya tiga kapal asing asal China tersebut, pihaknya masih membahasnya untuk mencari suatu solusi dengan kementerian lain.
Termasuk berkoordinasi dengan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
"Kita masing-masing punya sikap, jadi kita harus mencari solusi yang baik," ucap Prabowo
"Bagaimanapun China adalah negara sahabat, kita harus selesaikan dengan baik," jelas Prabowo.
TNI siaga
Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) telah bersiaga di Perairan Natuna Utara, terkait adanya pelanggaran wilayah laut yang dilakukan sejumlah kapal Tiongkok.
Pengendalian operasi siaga tempur dipimpin Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I, Laksamana Madya Yudo Margono.
TNI juga sudah menyiapkan alat utama sistem persenjataan, termasuk pesawat intai dan kapal Republik Indonesia.
Natuna Utara adalah wilayah yang menjadi perhatian utama pada 2020 ini.
Pada Senin (30/12/2019) lalu, dalam patroli rutin di perbatasan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Laut Natuna Utara, KRI Tjiptadi-381 mendapati Kapal China, Coast Guard, yang mengawal kapal nelayan Tiongkok.
Petugas KRI Tjiptadi 381 membuka komunikasi dengan awak China Coast Guard dan mengusir mereka serta kapal nelayan untuk menjauh dari zona ekonomi ekslusif.
Bupati Natuna, Abdul Hamid Rizal
Sementara itu, Bupati Natuna Abdul Hamid Rizal mengusulkan pemerintah pusat membentuk provinsi khusus yang menggabungkan Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas.
Usulan itu dilontarkan Abdul Hamid untuk menanggapi banyaknya kapal asing yang mencuri ikan di Perairan Natuna.
Hamid merasa saat ini Pemerintah Kabupaten Natuna tidak bisa berbuat banyak untuk menanggulangi banyaknya pencuri ikan asing.
Menurut Abdul Hamid, berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah kabupaten kota tidak memiliki kewenangan terhadap perairan laut.
"Dengan dijadikannya Natuna sebagai provinsi khusus maka akan meningkatkan kewenangan dan kemampuan dalam menjaga, mengelola,"
"Dan turut serta mengawal wilayah pantai dan laut di Natuna khususnya wilayah perbatasan yang saat ini merupakan kewenangan Provinsi Kepri," kata Abdul Hamid dalam keterangan tertulisnya, Jumat (3/1/2020), dikutip dari Kompas.com.
(Tribunnews.com/Indah Aprilin Cahyani)