TRIBUNNEWS.COM - Menteri Kordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD merespons masuknya kapal-kapal pencari ikan Tiongkok ke wilayah perairan Natuna.
Mahfud MD menyatakan, pemerintah akan mengirim sejumlah nelayan yang berasal dari Pantai Utara Jawa (Pantura) untuk mencari ikan di Perairan Natuna.
Dikutip dari tayangan Kompas Petang, Senin (6/1/2020), total ada 120 nelayan yang difasilitasi oleh pemerintah.
Ke-120 nelayan tersebut akan difasilitasi untuk melaut dan mencari ikan di perairan Natuna.
Pemerintah juga akan gencar melakukan patroli untuk menjaga keamanan di perairan Natuna dengan memobilisasi sejumlah nelayan pantura.
Mahfud MD juga mengatakan, tidak menutup kemungkinan pemerintah akan memfasilitasi nelayan-nelayan dari luar Pantura.
"Kami mau memobilisasi nelayan-nelayan dari Pantura. Mungkin pada gilirannya dari daerah-daerah lain di luar Pantura untuk beraktivitas, mencari ikan dan sebagainya," kata Mahfud MD.
"Selain saudara menggunakan hak sebagai warga negara, juga menggunakan kewajiban saudara untuk turut membela negara, menunjukkan, ini milik kami," tambahnya.
Mahfud MD menjamin, proses pencarian ikan oleh nelayan-nelayan Pantura akan dilindungi pemerintah.
Pemerintah juga menjamin keselamatan para nelayan dan tidak akan ada ancaman-ancama yang dirasakan.
"Saudara nanti akan dilindungi negara dan tidak akan ada tindakan-tindakan fisik yang mengancam saudara," ujar Mahfud.
Dalam akhir keterangan, Mahfud menyampaikan intruksi Presiden, rakyat harus ikut andil dan hadir dalam rangka menjaga kedaulatan.
Terlebih terkait peristiwa sekarang yang terjadi di Natuna.
"Intinya kita akan hadir, sesuai dengan perintah Presiden, kita harus hadir di sana (perairan Natuna). Kehadirannya dengan bentuk patroli rutin dan kegiatan laut nelayan," imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen Sisriadi menyatakan, operasi TNI dalam rangka pengamanan perairan Natuna dilakukan sesuai prosedur hukum internasional.
Sisriadi menyatakan, tidak ingin terprovokasi terkait dengan keberadaan kapal Tiongkok di Natuna yang bisa merugikan Indonesia.
"Dalam hal ini, TNI Angkatan Laut dan TNI Angkatan Udara yang melakukan operasi di sana melakukan prosedur-prosedur yang sudah disepakati secara internasional," kata Sisriadi.
"Jadi sebagai negara yang patuh pada hukum-hukum internasional kita melakukan kegiatan."
"Prajurit-prajurit TNI Angkatan Laut dan Angkatan Udara melakukan dengan memegang teguh aturan pelibatan yang berpedoman pada hukum-hukum laut nasional dan hukum laut internasional," imbuhnya.
Sisriadi mengatakan, pihak Tiongkok acap kali melakukan provokasi.
Hal itu dilakukan untuk memancing Indonesia yang mengakibatkan Indonesia melanggar hukum laut internasional.
Dengan itu, dalam operasi pengamanan di laut Natuna, TNI tidak akan terprovokasi dan tetap memegang teguh aturan pelibatan yang pada hukum-hukum laut nasional dan hukum laut internasional
"Jadi kita tidak ingin terporvokasi. Mereka melakukan provokasi supaya kita melanggar hukum laut internasional itu."
"Sehingga kalau itu terjadi maka justru kita yang bisa disalahkan secara internasional dan kita yang akan rugi," ujar Sisriadi.
"Oleh karena itu, prajurit kita melakukan tugas berdasarkan aturan pelibatan yang diadopsi dari hukum-hukum yang berlaku di internasional maupun nasional," kata dia.
Plt Gubernur Kepulauan Riau, Isdianto mengatakan, kehadiran kapal nelayan Tiongkok yang mendapat pengawalan membuat nelayan asal Indonesia terganggu.
Isdianto menambahkan kehadiran kapal nelayan ikan Tiongkok tidak terlepas dari kekayaan ikan yang berlimpah di perairan Natuna.
"Sekarang sedang sibuk-sibuknya nelayan Tiongkok mengambil dan berusaha menguasai laut Natuna," kata Isdianto.
"Pertama adalah ikannya, ikannya cukup lumayan, itu satu tahunnya kurang lebih dari 500 ribu ton penghasilan dari ikan."
"Oleh karena ini, satu hal yang mengiurkan sehingga nelayan-nelayan dari Tiongkok itu banyak sekali yang menangkap ikan di tempat kita tanpa izin yang jelas," tambahnya
Dengan tindakan pelanggaran illegal fishing oleh nelayan-nelayan Tiongkok tersebut, ini menjadikan keresahan dan kerugian yang akan dialami oleh nelayan Indonesia.
"Pasti meresahkan bagi nelayan kita sendiri, yang kedua pastinya akan merugikan daripada pendapatan nelayan kita," ungkapnya.
(Tribunnews.com/Muhammad Nur Wahid Rizqy)