Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus dugaan korupsi pekerjaan subkontraktor fiktif dalam proyek-proyek yang digarap PT Waskita Karya (Persero).
Dalam mengusut kasus ini, tim penyidik menjadwalkan memeriksa Manajer Pengelolaan Peralatan PT Waskita Beton Precast Imam Bukori, Selasa (7/1/2020).
Pemeriksaan terhadap Imam Bukori ini dilakukan penyidik untuk melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka mantan Kepala Divisi II PT Waskita Karya (Persero) Fathor Rachman.
"Yang bersangkutan akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk tersangka Fathor Rachman (FR)," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (7/1/2020).
Belum diketahui secara pasti materi yang didalami penyidik dalam pemeriksaan terhadap Imam Bukori.
Namun, Waskita Beton Precast merupakan anak usaha PT Waskita Karya.
Baca: Tuntaskan Kasus IPDN, KPK Panggil Mantan Direktur Operasi PT Waskita Karya
Tim penyidik KPK belakangan ini getol memanggil dan memeriksa pegawai, pejabat maupun mantan pejabat Waskita Karya untuk mengusut kasus korupsi yang ditaksir merugikan keuangan negara hingga Rp186 miliar tersebut.
Pada Kamis (21/11/2019) lalu, tim penyidik memeriksa mantan Kepala Divisi III Waskita Karya yang kini menjabat Dirut PT Jasa Marga Desi Arryani.
Dalam pemeriksaan tersebut, tim penyidik mencecar Desi mengenai peran dan pengetahuannya selaku Kepala Divisi III saat itu mengenai pekerjaan-pekerjaan subkontrak fiktif di 14 proyek yang digarap Waskita Karya.
Diduga terdapat pekerjaan fiktif dalam proyek yang digarap Divisi III Waskita Karya saat dipimpin Desi.
Dalam kasus ini, Fathor Rachman dan Yuly Ariandi Siregar diduga menunjuk sejumlah perusahaan subkontraktor untuk melakukan pekerjaan fiktif pada 14 proyek yang dikerjakan oleh PT Waskita Karya.
Proyek-proyek tersebut tersebar di Sumatera Utara, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Bali, Kalimantan Timur, hingga Papua.
Proyek-proyek tersebut sebenarnya telah dikerjakan oleh perusahaan lainnya, namun tetap dibuat seolah-olah akan dikerjakan oleh empat perusahaan yang teridentifikasi sampai saat ini.
Diduga empat perusahaan tersebut tidak melakukan pekerjaan sebagaimana yang tertuang dalam kontrak.
Atas subkontrak pekerjaan fiktif ini, PT Waskita Karya selanjutnya melakukan pembayaran kepada perusahaan subkontraktor tersebut.
Setelah menerima pembayaran, perusahaan-perusahaan subkontraktor itu menyerahkan kembali uang pembayaran dari PT Waskita Karya tersebut kepada sejumlah pihak, termasuk yang diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Fathor dan Ariandi.
Atas tindak pidana ini, keuangan negara ditaksir menderita kerugian hingga Rp 86 miliar.
Perhitungan tersebut merupakan jumlah pembayaran dari PT Waskita Karya kepada perusahaan-perusahaan subkontraktor pekerjaan fiktif tersebut.