Dikutip dari Kompas.com, langkah itu dilakukan karena perairan Natuna merupakan bagian sah dari wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Kita usir dengan segala kemampuan kita. Kita halau kapal-kapal dan nelayan-nelayan. Kalau mau diinternasionalkan itu multilateral, urusan Perserikatan Bangsa-Bangsa, bukan urusan China dan Indonesia. Tidak ada itu."
"Kita tidak membentuk tim negosiasi, tidak ada," kata Mahfud MD saat menghadiri Dies Natalis Universitas Brawijaya (UB) ke-57 di Kampus Universitas Brawijaya (UB), Minggu (5/1/2020).
BACA JUGA : Nelayan Pantura: Ke Natuna Sudah Diarahkan Sejak Menko Kemaritiman Era Rizal Ramli
Menurutnya, upaya menjaga sebuah kedaulatan negara merupakan bagian dari amanat konstitusi.
Sehingga, menjaga wilayah Natuna yang sekarang banyak diterobos oleh kapal ikan asing merupakan tanggung jawab aparat negara dan seluruh rakyat Indonesia.
Lebih lanjut ia mengatakan, pemilihan pendekatan di luar diplomasi sengaja dilakukan karena adanya beberapa pertimbangan.
Pertama, karena perairan Natuna merupakan wilayah sah Indonesia.
Hal itu didasarkan pada konvensi internasional tentang laut dan perairan, yaitu UNCLOS tahun 1982.
Kedua, jika pemerintah melakukan jalur diplomasi justru dianggap mengakui, perairan Natuna menjadi wilayah sengketa.
"Oleh sebab itu Indonesia menolak negosiasi, perundingan secara bilateral dengan China. Karena kalau kita mau berunding di bidang itu berarti kita mengakui, perairan itu memang menjadi sengketa," kata Mahfud.
BACA JUGA : PKS Sebut Prabowo Lembek, Gerindra: Percuma Juga Gebrak Meja Tak Ada Action
"Ini tidak ada sengketa, mutlak milik Indonesia secara hukum. Jadi tidak ada negosiasi," ucapnya.
Sementara itu, Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I, Laksdya Yudo Margono berharap kapal asing dari China dapat keluar dari wilayah Indonesia secara persuasif.