Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Kordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan berencana ke Natuna Kepulauan Riau pekan depan.
Ia mengatakan, hal itu adalah bagian dari cara pemerintah untuk menunjukan hak berdaulatnya atas Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) ke China.
"Presiden hari ini ada di sana. Saya minggu depan ada di sana. Pokoknya kita lihatkan saja itu milik kita," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam Jakarta Pusat pada Rabu (8/1/2020).
Ia pun menegaskan kembali sikap pemerintah Indonesia yang tetap akan mempertahankan hak berdaulat di perairan tersebut.
Mahfud juga menegaskan pemerintah Indonesia tidak akan bernegosiasi tentang hak kepemilikan perairan tersebut secara hukum internasional dengan Pemerintah China.
Baca: Usai Sambangi Natuna, Jokowi Klaim Tidak Ada Kapal Asing yang Masuki Teritori RI
Meski begitu, ia mengatakan pemerintah Indonesia masih berusaha juga untuk menyelesaikan persoalan masuknya kapal-kapal ikan dan kapal patroli pengawal pantai China ke ZEEI Indonesia di Perairan Natuna Kepulauan Riau.
"Tidak akan nego soal kepemilikan tentang hak itu yang sudah diperoleh secara hukum internasional. Bahwa diplomasi itu kan tidak bisa selesai pagi ngomong sore selesai," kata Mahfud.
Hari ini, Presiden Jokowi menyatakan perairan Kepulauan Natuna merupakan teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Baca: Pengamat Sebut China Ingin Ngetes Pejabat Baru Indonesia, Jokowi: Natuna adalah Perairan Kita
Kepulauan tersebut beserta perairannya secara administratif termasuk dalam wilayah Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, yang menjadi kabupaten terluar di sebelah utara Indonesia.
"Di Natuna ini ada penduduknya sebanyak 81 ribu, juga ada bupatinya dan gubernurnya (Kepulauan Riau)."
"Jadi jangan sampai justru kita sendiri bertanya dan meragukan. Dari dulu sampai sekarang Natuna ini adalah Indonesia," Jokowi saat bertemu dengan ratusan nelayan di Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Selat Lampa, Pelabuhan Perikanan Selat Lampa Natuna, Kabupaten Natuna, Rabu (8/1/2020) seperti siaran pers Biro Pers Kepresidenan.
Karenanya, tidak ada tawar-menawar terhadap kedaulatan Indonesia terhadap wilayahnya, termasuk wilayah Kepulauan Natuna.
Terkait dengan insiden masuknya kapal dari China yang banyak diberitakan media belakangan ini, Jokowi membantah dan menyatakan tidak ada kapal asing yang memasuki teritorial Indonesia.
"Tapi kita juga harus tahu apakah kapal negara asing ini masuk (laut) teritorial kita atau tidak. Enggak ada yang masuk teritorial kita. Tadi saya tanyakan ke Panglima TNI, tidak ada," kata Presiden.
Mendampingi Presiden dalam kesempatan tersebut antara lain, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.
Masuki Perairan Indonesia
Mengutip Kompas.com, kapal-kapal ikan asing, termasuk kapal China, kembali masuk ke Laut Natuna Utara setelah pemerintah gencar menenggelamkan kapal illegal fishing 5 tahun ke belakang.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan, Abdul Halim mengungkapkan, kembalinya kapal-kapal asing tersebut disebabkan kayanya sumberdaya perikanan di Laut Natuna Utara.
"Potensi di Laut Natuna bagian utara yang masuk ke dalam Wilayah Pengelolaa Perikanan Negara Republik Indonesia (WPNRI) 711, itu termasuk wilayah yang kaya akan ikan tuna, cakalang, dan tongkol," ujarnya kepada Kompas.com, Jakarta, Selasa (7/1/2020).
Ia mencontohkan, kapal-kapal Vietnam banyak mengejar ikan yang bernilai ekonomi tinggi.
Misalnya ikan tuna, cakalang, dan tongkol. Di sisi lain, Abdul juga mengatakan bahwa stok ikan tuna, cakalang, dan tongkol di perairan Vietnam atau China juga sudah menipis.
Oleh karena itu, nelayan-nelayan tersebut pergi mencari ikan ke Laut Natuna Utara yang potensi perikannnya masih besar.
"Kenapa mereka lari ke Natuna? Alasan utamanya adalah potensi ikan serupa di perairan mereka sudah mulai menipis sehingga mereka (Vietnam) memberdayagunakan 2.134 kapal yang dimiliki di atas 50 gross ton lari ke perairan kita," kata dia.
Di sisi lain ucap Abdul, China juga mengklaim Laut Natuna Utara merupakan zona tradional nelayannya mencari ikan.
Khusus untuk China ucapnya, tak hanya sumberdaya perikanan yang diincar. Abdul menilai China juga mengincar Laut Natuna Utara karena kaya akan sumberdaya minyak dan gas.
Ia mengatakan, kata kunci dari persoalan di Natuna yakni keberadaan.
Ia menilai pemerintah Indonesia harus selalu hadir di Laut Natuna Utara untuk menunjukan bahwa Indonesia berdaulat atas wilayah tersebut.
Di sisi lain ia menilai, para nelayan Indonesia pun harus ramai-ramai mencari ikan di Natuna untuk menunjukan bahwa sumberdaya perikanan di wilayah tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia.