TRIBUNNEWS.COM, JEPANG - Bung Karno menegaskan bahwa Pancasila bukan hanya mengandung makna nasional bagi bangsa Indonesia, sesungguhnya Pancasila juga mempunyai arti universal dan dapat digunakan secara internasional.
Ini dikatakan Megawati Soekarnoputri saat Sidang Terbuka Penganugerahan Gelar Doktor Honoris Causa Universitas Soka Tokyo, Jepang, Rabu (8/1/2020).
Dalam kesempatan itu Megawati pun menguraikan tentang Pancasila.
Pertama, Ketuhanan yang Maha Esa, meliputi manusia yang memeluk berbagai agama dan keyakinan, yang berke-Tuhanan dengan cara beradab, saling menghormati antara pemeluk agama dan kepercayaan mana pun.
Kedua, nasionalisme, yaitu semangat patriotisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup semua bangsa. Nasionalisme dalam Pancasila adalah PERIKEMANUSIAAN.
Seorang nasionalis cinta kepada bangsanya dan semua bangsa, karena percaya setiap bangsa penting bagi dunia.
Baca: Laku Rp 25 Miliar, ini Alasan Ikan Tuna di Jepang Dihargai Mahal
Baca: 10 Fakta Unik Wanita Jepang, Bepergian Pakai Seragam Sekolah Sudah Biasa hingga Jarang Mandi
Nasionalisme tidak akan tumbuh dan berkembang tanpa internasionalisme. Maka, internasionalisme sejati adalah wujud dari nasionalisme sejati, yang menghargai dan menjaga hak-hak semua bangsa, baik besar maupun kecil," katanya.
Prinsip keempat adalah Demokrasi Pancasila.
Demokrasi Pancasila mengandung tiga unsur pokok, yaitu: Perwakilan, Musyawarah, dan Mufakat.
Musyawarah untuk mufakat adalah merupakan suatu upaya yang teguh untuk mencari kesepakatan yang lebih kuat dan lebih baik daripada suatu resolusi yang dipaksakan, yang mengatas-namakan “suara mayoritas”.
Empat prinsip Pancasila di atas mengerucut pada prinsip kelima, yang merupakan tujuan akhir, yaitu keadilan sosial yang berwajah dan bernilai kemanusiaan.
Kemanusiaan yang berwujud dalam adil dan makmur, bebas dari penindasan dalam bentuk apapun, bagi siapapun, di belahan bumi mana pun.
Pancasila bisa menjadi sebuah solusi atas fenomena baru yang membahayakan kemanusiaan di abad ke-21 ini, yaitu yang dikenal dengan istilah post truth.
"Post truth adalah suatu kondisi dimana kebenaran sengaja ditutupi hingga tidak relevan lagi. Dalam sosial politik, gejala ini ditandai dengan obyektivitas dan rasionalitas semu," katanya.
Baca: Yuki Kato Jadi Komikus di Film Nikah Yuk
Baca: WNI Pemerkosa di Inggris Ini Jadi Berita Populer di Jepang
Baca: Kejaksaan Jepang Keluarkan Surat Penangkapan untuk Isteri Carlos Ghosn
Megawati menambahkan emosi dan hasrat menjadi prioritas, meski bertolak belakang dengan fakta dan mengabaikan kebenaran.
"Dalam post truth, ilmu pengetahuan dan teknologi yang seharusnya membawa enlightment, justru menjadi alat untuk melakukan penindasan dan melumpuhkan rasionalitas," katanya.
Kefasihan menggunakan bahasa akademik pun menjadi legitimasi tindak kekerasan, menjadi alat menyebarkan paham-paham yang berupaya menghapuskan kemanusiaan.
Kemanusiaan akan hanya menjadi sebuah wacana belaka. Kondisi ini akan melahirkan “manusia banal”, manusia yang tidak mampu lagi membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang jahat, mana yang indah dan mana yang buruk. Manusia seperti ini tidak akan ragu untuk melakukan tindak kekerasan atas nama kebenaran.
Prinsip kedua dari Pancasila yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab” adalah nilai yang mampu menjadi tameng dalam menghadapi post truth.
"Adil dan beradab akan membimbing kita sebagai manusia untuk melakukan fact checking, untuk selalu menuntut kebenaran yang dapat diverifikasi. Hal ini akan menghindarkan kita dari tindakan manipulatif," katanya.
Kemanusiaan yang adil dan beradab lahir dari rasionalitas yang menyatu dengan rasa empati, persaudaraan, dan pembebasan.
Kemanusiaan yang adil dan beradab melahirkan politik emansipatoris, politik yang membuka ruang bagi mereka yang terpinggirkan.
"Itulah keyakinan saya dalam berpolitik, yaitu Politik Kemanusiaan," katanya.
Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Bagi saya kemanusiaan bukan wacana, tetapi suatu tata nilai yang hidup, dan dapat dipertanggung-jawabkan secara moral dan etis.
Kemanusiaan akan melahirkan manusia rasional yang bermoral dan memiliki etika, manusia yang benar-benar manusia.
Demikian yang dapat saya sampaikan, Genggamlah kemanusiaan dalam hati dan jiwa kita, karena hanya dengan kemanusiaan kita dapat menjadi manusia yang bermakna dalam hidup dan bagi kehidupan.
Peluk erat kemanusiaan dalam pikiran, karena manusia yang berpikir dalam kemanusiaan akan hidup dalam kegembiraan dan menjadi manusia yang MERDEKA.