TRIBUNNEWS.COM, DEPOK – Kajian ilmiah seputar konflik politik terkait pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) di era Presiden Megawati Soekarnoputri akan dipertahankan dalam ujian promosi doktor yang dijadwalkan berlangsung Rabu (8/1/2020) hari ini di kampus FISIP Universitas Indonesia (UI), Depok.
Tampil sebagai kandidat doktor adalah Wahyuni Refi Setya Bekti, seorang politisi yang kini menjabat Wakil Sekjen DPP Partai Amanat Nasional (PAN).
Berlangsung di Auditorium Juwono Sudarsono, Refi – sapaan karibnya – akan mempertahankan disertasi yang berjudul ”Konflik Politik Pengelolaan Sumber Daya Air, Studi Kasus Perumusan dan Pembatalan UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.”
”Topik tersebut saya pilih karena studi ilmiah tentang kebijakan pengelolaan SDA di Indonesia, terutama dalam perspektif ilmu politik dengan relasi antara kekuasaan negara, korporasi, dan organisasi masyarakat sipil (civil society) sejauh ini belum banyak dilakukan,” kata Ketua Presidium GMNI (2002 - 2005) ini.
Refi sengaja mengambil studi kasus perumusan UUSDA No. 7 Tahun 2004, karena saat itu berlangsung tarik menarik kepentingan yang sangat tajam.
Tidak hanya ketika rancangan undangan-undangnya dirumuskan di DPR RI, tetapi juga setelah UUSDA tersebut diundangkan.
Refi mencatat, UUSDA No. 7/2004 menghadapi permohonan pengajuan uji materiil dengan jumlah pemohon terbanyak.
”Enam kali permohonan pengajuan uji materi dengan penolakan, sampai akhirnya diterima dengan pembatalan secara keseluruhan undang-undang adalah gambaran betapa panjang tarik menarik kepentingan yang terjadi,” lanjut Refi, yang juga mantan Sekjen Parade (Persatuan Rakyat Desa) Nusantara ini.
Selain mengkaji kontestasi dan adu argumentasi antar-aktor kepentingan yang terjadi di parlemen dan non-parlemen pada perumusan UUSDA No. 7/2004, dalam disertasinya Refi juga mengkaji kontestasi antar-aktor kepentingan di balik putusan pembatalan UUSDA tersebut oleh Mahkamah Konstitusi.
”Di samping memetakan pembelahan kepentingan fraksi-fraksi di DPR RI saat merumuskan draf RUU SDA menjelang berakhirnya pemerintahan Presiden Megawati, dalam penelitian ini saya juga mengkaji seberapa besar kekuatan politik civil society, pemerintah dan korporasi yang terlibat dalam konflik kepentingan di Mahkamah Konstitusi,” tutur politisi kelahiran Surabaya, 46 tahun lalu.
Baca: Daftar 13 Program Studi Universitas di Indonesia Masuk 300 Terbaik Dunia, Jurusanmu Termasuk?
Refi menambahkan, pergulatan konflik kepentingan seputar UUSDA 2004 memang tidak hanya terjadi di arena legislasi DPR RI pada saat perumusan dan penerbitannya saja, tetapi berlanjut di arena yudikatif, Mahkamah Konstitusi.
”Dalam konflik kepentingan tersebut, baik di arena legislasi maupun arena uji materiil MK, pertentangan ideologi tetap menjadi hal yang utama,” ujarnya.
Wahyuni Refi Setya Bekti adalah penyandang gelar sarjana hukum dari Universitas 17 Agustus (Untag) Surabaya tahun 1996.
Lalu mengambil master hukum di Universitas Jayabaya Jakarta (2007), sebelum kemudian melanjutkan studi doktoral di FISIP UI.
Ujian disertasi akan dipimpin oleh promotor Prof. Dr. Maswadi Rauf, MA, dengan Ko-Promotor Chusnul Mar’iyah, Ph.D., dengan delapan penguji antara lain Dekan FISIP UI Dr. Arie Setiabudi Soesilo, M.Sc. dan Prof. Dr. Burhan Magenda.