News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

KPK OTT Dua Pejabat Strategis, Pakar Hukum: KPK Ingin Buktikan Tantangan Publik di Tengah Skeptisme

Penulis: Nanda Lusiana Saputri
Editor: Whiesa Daniswara
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pakar Hukum Universitas Al-Azhar, Suparji Ahmad (Tangkap Layar MetroTV News).

TRIBUNNEWS.COM - Di bawah kepemimpinan baru, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai membuktikan kinerjanya.

Terbukti dengan adanya penangkapan dua pejabat strategis negara dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK.

Dalam OTT tersebut, ditangkap Bupati Sidoarjo, Saiful Ilah pada Selasa (7/1/2020), serta Komisioner KPU, Wahyu Setiawan pada Rabu (8/1/2020).

Terkait hal tersebut, Pakar Hukum Universitas Al-Azhar, Suparji Ahmad turut memberikan komentarnya dalam tayangan yang diunggah di kanal YouTube MetroTV News, Kamis (9/1/2020).

"Dengan OTT dua pejabat negara yang sangat strategis itu dan sebetulnya ini sebagai salah satu sumber terjadinya korupsi ya," ujar Suparji.

Petugas menunjukkan barang bukti berupa uang terkait operasi tangkap tangan (OTT) di Sidoarjo, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (8/1/2020) malam. KPK menetapkan 6 orang tersangka yakni Bupati Sidoarjo, Saiful Ilah, Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Bina Marga, dan Sumber Daya Air Kabupaten Sidoarjo, Sunarti Setyaningsih, Pejabat Pembuat Komitmen Dinas Pekerjaan Umum, Bina Marga, dan Sumber Daya Air Kabupaten Sidoarjo, Judi Tetrahastoto, Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan, Sanadjihitu Sangadji, serta pihak swasta Ibnu Ghofur dan Totok Sumedi dengan barang bukti Rp 1.813.300.000 terkait dugaan kasus proyek infrastruktur di Kabupaten Sidoarjo. Tribunnews/Irwan Rismawan (Tribunnews/Irwan Rismawan)

Artiya, penyelanggara pemilu dan kepala daerah, mereka adalah kontestan dari sebuah penyelenggaraan demokrasi.

Namun, sebagai penyelenggara dan peserta ternyata keduanya justru terlibat dalam praktik korupsi.

"Dengan proses penangkapan kemarin menunjukkan bahwa KPK ingin membuktikan tantangan publik di tengah skeptisme (keraguan) yang sangat masive kemarin," ungkap Suparji.

Pembuktian tersebut adalah, KPK sama sekali tidak dilemahkan baik dengan regulasi yang baru atau dengan figur baru yang diragukan.

"Tetapi kemudian pertanyaannya adalah, ke depan bagaimana menjaga konsistensi staminanya tetap terjaga?" kata Suparji.

"Dan kemudian tidak mengandalkan pada OTT atau tidak mengandalkan penyadapan-penyadapan karena itu dianggap akan merumit prosesnya," tambahnya.

Menurut Suparji caranya sederhana, yakni dengan meninjau laporan-laporan dari masyarakat yang cukup banyak.

Selain itu, bisa juga mendalami lagi bukti-bukti petunjuk dari perkara-perkara sebelumnya.

"Jadi menurut saya tidak sekedar dua kasus ini tetapi adalah bagaimana dan konsistensi ke depan untuk tetap terjaga," ungkap Suparji.

Dan yang lebih menarik lagi, menurut Suparji adalah bagaimana harapan untuk mencegah terjadinya korupsi dalam konteks demokrasi.

"Dalam hal ini misalnya, Pilkada ke depan 2020 dilakukan dengan cara yang sungguh-sungguh," terang Suparji.

Dengan melakukan evaluasi selama ini, apa kontribusi KPK dalam konteks penyelenggaraan Pemilu termasuk kepala daerah.

Menurut Suparji, dalam periode sebelumnya upaya tersebut gagal dilakukan oleh KPK.

"Dalam arti bahwa seandainya waktu itu sudah melakukan upaya-upaya pencegahan, pendekatan kepada partai politik, pendekatan kepada sebagai calon dan sebagainya ternyata hasilnya masih syarat dengan korupsi," papar Suparji.

Menurut Suparji, perlu ada sebuah terobosan baru bagaimana ke deoan dalam konteks Pilkada, tercipta ekosistem yang tidak mudah dimasuki penyakit korupsi.

(Tribunnews.com/Nanda Lusiana Saputri)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini