Hal yang dikhawatirkan pun tiba, ia menambahkan, Jiwasraya membukukan kerugian fantastis hingga Rp 15,3 triliun pada 2018, meski menurun tahun berikutnya. "Pada 2018 rugi Rp 15,3 triliun dan sampai September 2019 diperkirakan rugi Rp 13,7 triliun. Lalu, pada November 2019 diperkirakan negatif ekuitas Rp 27,2 triliun," ujar Agung.
Dalam laporan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyinggung ada grup perusahaan yang cawe-cawe atau ikut dalam praktik jual beli saham dengan PT Asuransi Jiwasraya (AJS). Namun, BPK masih menyelidiki mendalam grup perusahaan yang mengeluarkan dananya untuk transaksi saham dengan Jiwasraya.
"Grup yang sama ada dana perusahaan dikeluarkan melalui grup tersebut. BPK sedang menyelidiki, belum final," ujar dia.
Kata Agung, praktik transaksi saham itu terjadi antara kedua pihak dengan menaikkan harga, lalu diturunkan serendah-rendahnya. "Jual beli saham tersebut dilakukan pihak terafiliasi, sehingga harganya tidak mencerminkan harga sebenarnya. Sahamnya berkualitas rendah hingga harganya menurun," katanya.
Ia menambahkan, keberadaan grup perusahaan tersebut juga untuk mengelabui penjualan saham yang berujung rugi, sehingga dilakukan diam-diam.
"PT AJS investasi ke saham kategori rendah, kemudian aktivitas jual beli saham untuk hindari kerugian maka jual beli dengan pihak tertentu. Investasi saham yang tidak likuid yang tidak wajar, disembunyikan pada beberapa reksa dana dengan underlying saham," ujar Agung.
PT Asuransi Jiwasraya (AJS) juga disebut merugi Rp 4 triliun akibat investasi saham. Kerugian Rp 4 triliun tersebut didapat dari penempatan di tiga saham yakni PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR), PT Semen Baturaja Tbk (SMBR), dan PT PP Property Tbk (PPRO).
"Dari BJBR, SMBR, dan PPRO kerugiannya Rp 4 triliun dari transaksi tersebut," ujar Agung.
Karena itu, Agung menyampaikan, Kejaksaan Agung (Kejagung) meminta pihaknya menghitung semua kerugian yang ditimbulkan dari salah penempatan investasi saham. "Kejagung minta BPK hitung kerugian. Dari hasil itu BPK simpulkan ada penyimpangan dari pengumpulan dana JS Saving Plan dan investasi," katanya.
Ia menambahkan, BPK butuh waktu hingga 2 bulan guna mengungkap lebih rinci pihak-pihak yang terkait jual beli saham dari Jiwasraya."Butuh waktu hitung kerugian negara dan direncanakan selesai dalam waktu 2 bulan. BPK sepenuhnya dukung Kejagung," pungkasnya.
Rini Diperiksa
Jaksa Agung ST Burhanuddin yang juga ikut konferensi pers dengan jajaran pimpinan BPK menyebut bahwa pihaknya tidak tertutup kemungkinan akan memeriksa mantan Menteri BUMN Rini Soemarno.
Buhanuddin menuturkan, pihaknya masih belum tahu apakah Rini Soemarno juga masuk dalam lingkaran kasus fraud Jiwasraya. Namun, pihaknya tak menutup kemungkinan mantan menteri itu akan diperiksa bila ada indikasi yang mengarah ke sana.
"Apakah akan ada relevansinya? kami belum tahu. Kalau dari lingkaran ini ada yang menuju ke situ, pasti. Tapi sampai saat ini belum ada," ujarnya.