Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Arwani Thomafi berharap Komisi Pemilihan Umum (KPU) tetap fokus bekerja menyiapkan proses tahapan pilkada serentak pada September 2020 mendatang.
Meskipun satu Komisionernya, Wahyu Setiawan kini menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap terkait penetapan anggota DPR terpilih periode 2019-2024.
"Penyelenggara Pemilu, khususnya KPU Pusat, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten, Kota untuk tetap fokus bekerja menyiapkan proses tahapan pilkada serentak pada September 2020 mendatang," ujar Wakil Ketua Umum Partai Pesatuan Pembangunan (PPP) ini kepada Tribunnews.com, Jumat (10/1/2020).
Dia mengatakan, KPU harus segera melakukan konsolidasi di internal dan menciptakan sistem yang transparan dan akuntabel agar kejadian serupa tidak terjadi di waktu mendatang.
"Ciptakan kembali kepercayaan publik terhadap kerja KPU yang menurun pasca-kasus ini," tegas Arwani Thomafi.
Terkait dengan pilkada 2020, KPU Pusat, KPU Prov serta KPU Kabupaten, Kota agar tetap fokus menyiapkan berbagai tahapan pelaksanaan Pilkada.
"Kritik dan ketidakpuasan terhadap KPU pasca-peristiwa OTT ini harus dijawab dengan kinerja yang jauh lebih baik dan transparan.
Dia menilai KPU harus membuat sistem pengawasan di internal yang kokoh agar peristiwa OTT ini tidak terjadi di kemudian hari.
Sebelumnya, Komisioner KPU Wahyu Setiawan dijerat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka penerima suap sebanyak Rp600 juta.
Suap yang diterima Wahyu merupakan bantuan agar Harun Masiku menjadi anggota DPR pengganti antar-waktu (PAW) dari Fraksi PDIP.
Setelah menyanggupi permintaan Harun, Wahyu Setiawan menyatakan "Siap, Mainkan!".
Hal itu terungkap ketika Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar menyampaikannya ketika menggelar konferensi pers penetepan tersangka Wahyu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (9/1/2020).
"WSE (Wahyu Setiawan) menyanggupi membantu dengan membalas 'Siap, Mainkan!'. Untuk membantu penetapan HAR (Harun Masiku) sebagai anggota DPR pengganti antarwaktu, WSE meminta dana operasional Rp900 juta," ungkap Lili.