TRIBUNNEWS.COM - Film dokumenter yang meraih Piala Citra untuk Kategori Film Dokumenter Panjang Terbaik Festival Film Indonesia 2018 'Nyanyian Akar Rumput' tayang di bioskop 16 Januari 2020 mendatang.
Film dokumenter itu menceritakan tentang geliat hidup Fajar Merah.
Ayah Fajar Merah, Widji Thukul adalah seorang sastrawan yang juga aktivis.
Sosoknya hingga kini tidak diketahui keberadaannya.
'Nyanyian Akar Rumput' diproduseri dan disutradarai oleh Yuda Kurniawan.
Di 2002, ketika di Yogyakarta, Yuda Kurniawan aktif membuat film.
Hingga akhirnya, tahun 2020 ini karyanya tayang di layar bioskop Indonesia.
'Nyanyian Akar Rumput' menampilkan kegiatan Fajar Merah bermusik bersama bandnya 'Merah Bercerita'.
Yuda pun menuturkan, menurutnya, kecintaanya terhadap musik adalah satu di antara senjata yang sangat ampuh untuk mengutarakan isi hati dan bertukar pikiran.
Melalui musik, ia mampu masuk ke dalam sekat-sekat segala lapisan usia dan kelas sosial.
"Itulah kemudian saya memutuskan untuk membuat film dokumenter ini," kata Yuda Kurniawan melalui Tribunnews, Jumat (10/1/2020).
"Bagi saya, Fajar Merah bukan hanya seorang anak Widji Thukul. Tapi ia adalah pribadi yang begitu mempesona," katanya.
Ia menambahkan, di usia Fajar yang masih belia, menurut Yuda, Fajar mampu meracik kata dan nada dengan musikalitas di atas rata-rata remaja se-usianya.
Yuda mengatakan, Merah bercerita, dengan warna musik yang mereka ciptakan dan diusia band mereka yang belum genap 5 tahun saat film 'Nyanyian Akar Rumput' dibuat, telah mampu menjadi magnet dalam scene musik di Surakarta, Jawa Tengah dan Indonesia pada umumnya.
Dokumenter ini, bukan sekedar bicara tentang harapan keluarga Wiji Thukul, Fajar Merah beserta band-nya kepada pemerintah terhadap penyelesaian kasus tragedi Mei '98.
'Nyanyian Akar Rumput' ini juga sebagai usaha menolak lupa atas kasus pelanggaran HAM yang pernah dilakukan oleh negara.
"Sekaligus sebagai penanda jaman dari gejolak jiwa muda yang penuh gairah ditengah dinamika politik Indonesia disaat Pemilihan Presiden tahun 2014," tutur Yuda.
Profil Yuda Kurniawan
Yuda Kurniawan adalah produser dan sutradara film dokumenter peraih Piala Citra, Festival Film Indonesia.
Sejak 2002, Yuda di kota Yogyakarta sudah aktif membuat film pendek.
Tak hanya itu, ia juga membuat video musik dan film dokumenter.
Yuda menamatkan kuliah S-1 pada program studi Ilmu Komunikasi pada 2006.
Ia lantas hijrah ke Jakarta dan terjun ke industri film.
Yuda menjadi sutradara dokumenter dan sempat juga menyutradarai beberapa Film Televisi.
Ia juga menyutradarai beberaoa TV Series dan Dokumenter Series yang ditayangkan di stasiun televisi swasta nasional.
Yuda Kurniawan diketahui mendirikan Rekam Docs pada 2012.
Rekam Docs adalah sebuah rumah produksi dan workshop bagi para pembuat, penggiat dan pemutar film dokumenter yang berbasis di Jakarta.
Film-film dokumenter yang ia produksi bersama Rekam Docs telah diputar diberbagai festival film baik di dalam dan luar negeri.
Karyanya telah meraih beberapa penghargaan, salah satunya NETPAC Award (Network for the promotion of Asia Pasific Cinema).
NETPAC Award merupakan sebuah penghargaan yang diberikan kepada Sutradara Asia yang menunjukkan kontribusi penting bagi gerakan sinema Asia baru.
Beberapa film dokumenternya antara lain:
- 'Jalan Dakwah Pesantren' (2016).
- 'Balada Bala Sinema' (2017).
- Nominasi film dokumenter panjang FFI 2017 dan 'Nyanyian Akar Rumput' (2018).
- Pemenang Piala Citra untuk film dokumenter panjang terbaik FFI 2018.
- Pemenang Piala Maya 2019 untuk kategori Film Dokumenter Panjang Terpilih.
- Pemenang NETPAC Award, Jogja NETPAC Asian Film Festival 2018 dan Pemenang Honorable Mention Award.
- Figueira Da Foz International Film Festival, Portugal, 2019.
- Film 'Nyanyian Akar Rumput' akan tayang di bioskop pada tanggal 16 Januari 2020.
- Saat ini ia sedang menyelesaikan dokumenter panjang terbarunya yang berjudul "Roda-Roda Nada" yang akan dirilis tahun 2020.
Sinopsis 'Nyanyian Akar Rumput'
Dalam film dokumenter yang ia rekam, Yuda mengikuti Fajar Merah, putra Wiji Thukul.
Diketahui, Wiji Thukul adalah sastrawan dan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) yang 'dihilangkan; pada 1998.
Melalui dukungan keluarganya, Fajar Merah mencova menghidupkan kembali puisi-puisi Ayahnya.
Fajar membalut puisi sang ayah dalam alunan nada dan merekamnya dalam sebuah album.
Hal ini terjadi di tengah dinamika Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014, setelah 16 tahun tragedi '98 berlalu.
Fajar Merah pun mengungkapkan, harapannya dan keluarganya kepada Joko Widodo (Jokowi) untuk dapat menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM.
Ia berharap, sang ayah dapat ditemukan bersama korban penghilangan paksa lainnya.
'Nyanyian Akar Rumput' adalah pemenang Piala Citra dengan kategori Film Dokumenter Panjang Terbaik di Festival Film Indonesia pada 2018.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)