TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Selain Asuransi Jiwasraya dan ASABRI, ada lima perusahaan asuransi swasta nasional lainnya yang disebut-sebut juga sedang dililit kesulitan membayar klaim nasabah karena salah dalam pengelolaan investasinya.
Komisioner Ombudsman Alamsyah Saragih mengatakan bobroknya pengelolaan investasi yang mengakibatkan permasalahan keuangan di ASABRI dan 5 perusahaan asuransi swasta lainnya tidak jauh berbeda kasusnya dengan cerita gagal bayar Jiwasraya.
“Seharusnya BPK dan kejaksaan sudah bisa mulai melakukan investigasi ke ASABRI. Jaksa juga sudah bisa mulai melakukan penyelidikan ke 5 perusahaan asuransi swasta tersebut,”kata Alamsyah.
Alamsyah menyatakan, Ombudsman kini tengah menelisik laporan keuangan BUMN asuransi tersebut.
Dia menyatakan, sudah tiga bulan ini pihaknya memantau apakah ASABRI mempublikasikan laporan keuangannya di situs ASABRI.
"Sampai hari ini annual report tahun 2018 belum kunjung diunggah di situs ASABRI," ujarnya dalam keterangan pers tertulis kepada Tribunnews.
OJK harus bertanggung jawab
Alamsyah mengatakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus bertanggung jawab atas pengawasan dan masalah yang terjadi di BUMN keuangan dan perusahaan asuransi nasional.
Alamsyah mencontohkan, nilai investasi saham di ASABRI terus meningkat dan sepintas mulai tertahan di 2016 dan 2017.
Baca: Bamsoet: Semua Yayasan Dana Pensiun dan Asuransi Milik Pemerintah Harus Segera Diaudit BPK
Banyaknya perubahan-perubahan angka drastis dalam komposisi jenis investasi lain seperti deposito berjangka, obligasi, reksadana, MTN dan DIRE antar periode laporan keuangan menunjukkan tingginya perubahan jenis transaksi akhir tahun dan awal tahun.
Baca: Mahfud MD Sebut Isu Korupsi Asabri Lebih dari Rp 10 Triliun, Ini Jawaban Erick Thohir dan PT Asabri
Alamsyah menilai, gejala ini biasanya merupakan indikasi tingginya pembelian saham REPO (gadai saham) yang tak terkendali dan hilangnya kehati-hatian manajemen.
Dalam laporan sebelumnya terlihat aktor-aktor alias juragan gorengan yang sama dengan Jiwasraya ikut bermain di ASABRI dan 5 perusahaan asuransi swasta bermasalah tersebut.
Amankan Data Transaksi
Menurut PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), ASABRI mempunyai portofolio di 14 saham dengan kepemilikan saham lebih 5 persen di emiten tersebut.
Mayoritas saham tersebut tidak liquid dan mengalami penurunan nilai investasi.
Saham tersebut adalah PT Bank Yudha Bhakti Tbk, PT Alfa Energi Investama Tbk, PT Hartadinata Abadi Tbk, PT Island Concepts Indonesia Tbk, PT Inti Agri Resources, PT Indofarma Tbk. PT Hanson International Tbk, PT Pelat Timah Nusantara Tbk, PT Prima Cakrawala Abadi Tbk, PT Pool Advista Finance Tbk, PT Pool Advista Indonesia Tbk, PT PP Properti Tbk, PT Sidomulyo Selaras Tbk, PT SMR Utama Tbk.
Demi kepentingan publik, Alamsyah menegaskan, informasi yang menyangkut dana publik harus dibuka dan kantor akuntan publik yang melakukan audit perlu diperiksa.
Contohnya saja akuntan publik yang melakukan audit di Jiwasraya dapat menutupi rekayasa keuangan sejak tahun 2006.
"Saat ini kita sedang menghadapi gejolak ekonomi global yang akan berimbas ke perekonomian domestik. BUMN, apa lagi BUMN asuransi, adalah salah satu sabuk pengaman utama dalam menghadapai gejolak ekonomi," ujarnya.
"Para perusak BUMN itu sangat jahat, apa lagi para petinggi yang mempermainkan kesejahteraan para prajuit dan keluarganya," tegasnya.
Alamsyah menambahkan, kini misteri keengganan ASABRI untuk digabungkan ke BPJS selama ini sudah terjawab.
Untuk menangani kasus penyimpangan di pasar modal, Kejaksaan Agung harus segera mengamankan data transaksi yang ada di KSEI (Kustodian Sentral Efek Indonesia), PT Bursa Efek Indonesia (BEI) dan PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI).
Alamsyah mengingatkan kejadian terbakarnya kantor BI dan BPK yang menyebabkan penegak hukum mengalami kesulitan dalam menangani penyimpangan BLBI.
Di era ini, data transaki elektronik tersimpan dalam suatu data center, sehingga infrastruktur strategis ini harus segera diamankan aparat berwajib.
Selain mengamankan data transaksi finansial di bursa, hal lain yang mendesak dan penting dilakukan Pemerintahan Presiden Jokowi di pasar modal adalah melanjutkan reformasi pengawasan dan mitigasi risiko untuk menjaga akuntabilitas, termasuk di dalamnya melakukan institutional review fungsi OJK.
Pihaknya juga meminta pemerintah memberlakukan sistem punishment ke Kantor Akuntan Publik dan black list terhadap profesional sektor keuangan, baik akuntan, aktuaris dan manager investasi yang ugal-ugalan.
Selain itu juga harus dilakukan review terkait akuntabilitas tata kelola korporasi, seperti meninjau ulang posisi auditor internal yang selama ini berada di bawah direktur utama dan sistem pengusulan auditor eksternal.
Tak hanya itu, juga harus segera dilakukan pembatasan besaran transaksi dalam momen tertentu perlu mulai diatur untuk menekan risiko.
“Memperkuat fundamental pengawasan untuk menjaga integritas pasar modal penting, karena pasar modal adalalah salah satu infrastruktur strategis ekonomi nasional, sepenting halnya penyederhanaan perijinan investasi,” tegas Alamsyah.