TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Setelah menaikkan iuran peserta, BPJS Kesehatan mulai fokus meningkatkan pelayanannya.
Yang terbaru, peserta BPJS Kesehatan yang sedang menjalankan pelayanan hemodialisis atau cuci darah kini tidak perlu lagi membuat ulang surat rujukan dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).
BPJS Kesehatan memberikan kemudahan dengan syarat peserta harus merekam atau terdaftar dengan menggunakan sidik jari (finger print) di rumah sakit tempat dia biasa mendapat pelayanan.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan, simplifikasi pelayanan hemodialisis ini merupakan bagian dari komitmen BPJS kesehatan dalam meningkatkan pelayanan di 2020.
Baca: BPJS Kesehatan Berikan Kemudahan Prosedur Cuci Darah bagi Peserta JKN-KIS, Begini Penjelasannya
Baca: Peserta BPJS Kesehatan Diimbau Tak Turun Kelas
Menurut Fachmi, saat ini pasien yang ingin melakukan cuci darah tinggal mengakses fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan tanpa perlu ke FKTP terlebih dahulu.
Hal ini dikarenakan penyakit yang diderita sudah jelas dan pasien memang membutuhkan pelayanan di fasilitas pelayanan tindak lanjut.
”Syaratnya, [pasien] direkam dulu fringer print-nya. Dengan adanya rekaman ini memastikan dan memudahkan mereka datang ke sini [faskes], dan betul mereka adalah peserta,” ujar Fachmi, Senin (13/1).
Sebelumnya, prosedur admininistrasi pasien gagal ginjal kronis yang ingin mendapatkan layanan cuci darah di rumah sakit perlu mengurus surat rujukan dari FKTP seperti Puskesmas atau klinik yang harus diperpanjang setiap tiga bulan sekali.
Nantinya klinik atau rumah sakit tempat pasien melakukan cek darah akan berkoordinasi dengan FKTP untuk memberikan perpanjangan surat rujukan.
Salah satu penderita gagal ginjal, Thomas Chandra Wijaya, mengaku terbantu dengan adanya layanan terbaru ini. Begitu pula dengan metode registrasi terbaru tersebut dinilai mudah. ”Haduh, sangat membantu. Enggak ada masalah, sangat gampang," katanya saat ditemui di Klinik Hemodialisis, Cideng, Jakarta Pusat, Senin (13/1).
Thomas yang sudah 2 tahun memanfaatkan fasilitas cuci darah BPJS Kesehatan mengaku sebelumnya untuk mengakses layanan ini harus ke Puskesmas untuk mendapatkan surat rujukan.
Dengan layanan baru ini, peserta cuci darah BPJS Kesehatan hanya cukup mendaftar melalui finger print di fasilitas kesehatan tanpa perlu surat rujukan. "Kalau dulu harus ke Puskesmas dulu untuk ngurus surat rujukan. Tapi sekarang sudah pakai finger print. Jadi enggak perlu bolak-balik ke Puskesmas," imbuhnya.
Thomas mengaku terbantu dengan menjadi peserta BPJS Kesehatan. Sebab dalam sepekan, ia harus melakukan cuci darah sebanyak 3 kali. Biaya untuk sekali cuci darah mencapai Rp 1 juta.
Simplifikasi administrasi dengan sistem finger print ini telah dilakukan sejak 1 Januari 2020. BPJS Kesehatan memastikan seluruh Rumah Sakit (RS) dan klinik di Indonesia yang melayani cuci darah sudah memasang fitur finger print.
Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan (JPKR) BPJS Kesehatan, Budi Mohamad Arief mencatat, setidaknya ada 715 RS dan 47 Klinik di seluruh Indonesia yang melayani pasien cuci darah. ”Dan semuanya sudah menggunakan finger print serta mampu melakukan perpanjangan surat rujukan,” kata Budi.
Dengan keberadaan fitur finger print ini peserta tidak harus lagi mondar-mandir ke Puskesmas mengurus dokumen atau surat rujukan. Bahkan dengan keberadaan fitur finger print ini sudah mewakili data kartu BPJS Kesehatan. "Kartu pun sudah enggak terlalu diperlukan," ungkapnya.
Sementara itu, Fachmi Idris menambahkan, penerapan finger print yang telah dimulai sejak 1 Januari 2020 juga bermanfaat untuk memastikan kepesertaan. "Jadi dengan finger print ini juga untuk memastikan bahwa dia benar-benar peserta," tuturnya.
BPJS Kesehatan sendiri setiap tahunnya mengeluarkan dana yang cukup besar untuk layanan cuci darah. Di 2018, dana yang dikeluarkan BPJS Kesehatan untuk layanan cuci darah sebesar Rp 4,81 triliun dengan jumlah kasus sebanyak 4,90 juta.
Angka tersebut meningkat setiap tahunnya, di mana di 2017 biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 4,03 triliun dengan jumlah kasus 4,12 kasus, di 2016 sebanyak Rp 3,46 triliun dengan jumlah kasus 3,41 juta kasus dan di 2015 sebanyak Rp 2,84 triliun dengan jumlah kasus 2,74 triliun.
Direktur Klinik Hemodialisis Tidore Andreas Japar mengaku umumnya biaya cuci darah bisa mencapai Rp900.000 hingga Rp 1 juta untuk satu kali layanan cuci darah.
Dia mengatakan, biasanya Klinik Hemodialisis Tidore bisa melayani pasien hingga 20 pasien per hari dimana kapasitasnya mencapai 24 pasien per hari.
Menurut Andreas, kebanyakan pasien cuci darah di klinik tersebut merupakan peserta JKN-KIS. Pasien JKN-KIS pun biasanya mendapatkan layanan ini sebanyak 2 kali seminggu dengan waktu 5 jam setiap kali cuci darah.
Dengan adanya kenaikan iuran BPJS Kesehatan per 2020, Andreas berharap pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan akan lebih cepat dilakukan.
Namun, dia menjamin mereka akan tetap menjaga kualitas pelayanan kepada peserta.
”Dengan adanya kenaikan iuran, kami berharap kami bisa dibayar lebih cepat. Yang kedua, tentu dari awal kami mengutamakan mutu, supaya pasien itu bisa kami rawat dengan baik, dan bisa bertahan lama umurnya. Jadi kami tidak sembarangan memiliki klinik ini, Dari peralatan yang cukup canggih, sumber daya manusia nya yang terlatih dan bersertifikat, yang ketiga sop-nya kami jalankan dengan sungguh-sungguh,” kata Andreas.(tribun network/fia/dod)