TRIBUNNEWS.COM - Sejarawan, Anhar Gonggong merasa tidak pernah mempelajari kerajaan yang dijelaskan perwakilan Sunda Empire maupun kerajaan fiktif lainnya.
Menurut Anhar, ia hanya akan memperbodoh dirinya jika bicara tentang hal tersebut.
"Saya tidak singgung itu (Sunda Empire). Itu hal yang tidak pernah saya pelajari, yang tidak pernah ada dalam pikiran saya," ujarnya dalam tayangan ILC dengan tema Siapa Dibalik Raja-Raja Baru?, yang tayang pada Selasa (21/1/2020).
"Dan kalau saya bicara tentang itu, saya memperbodoh diri, kan itu," tambahnya.
Dia menangkap fenomena raja-raja fiktif ini tak lepas dari kenyataan negara agraris.
"Saya melihatnya ini adalah kenyatan masyarakat agraris," kata Anhar.
Lebih jelas dia menerangkan masih ada orang yang percaya dengan kedatangan Ratu Adil.
"Dalam arti bahwa ada sekelompok orang yang masih membayangkan akan ada Ratu Adil."
"Jadi ini proses pemikiran masyarakat agraris," tambahnya.
Menurut Anhar, masyarakat masih mengharapkan situasi tersebut ada di fase saat ini.
Anhar juga menilai, orang-orang tersebut berfantasi dengan kedatangan Ratu Adil hingga bertekad membangun kerajaan yang fiktif.
"Lalu kemudian ia membayangkan ada saatnya Ratu Adil, mungkin itu yang mereka mau bangun," jelasnya.
Dia juga menganggap fenomena tersebut menjadi cermin adanya problem yang dialami masyarakat di berbagai bidang.
"Ini adalah pelajaran yang menarik, bahwa ada masalah yang kita hadapi."
"Mungkin juga mereka oleh karena ada faktor ekonomi, faktor sosiologis dan sebagainya," katanya.
Sebelumnya, Anhar menerangkan asal muasal lahirnya Indonesia.
Ada kaitan antara etnik dengan berdirinya Indonesia.
"Identitas etnik dengan identitas keindonesiaan itu tidak bertentangan."
"Ya memang iya, yang mendirikan Indonesia ini kan entik-etnik ini kok."
Anhar mengatakan, etnik-etnik yang dimaksud adalah para raja maupun pangeran.
Terkait pernyataan mengenai Indonesia yang akan hilang dan berubah menjadi kerajaan, Anhar mengaku tidak setuju.
"Ada yang mengatakan Indonesia akan hilang dan menjadi kerajaan kembali, saya tidak yakin. Karena republik ini ada oleh karena mereka juga," katanya.
"Jadi Indonesia ada karena ada etnik yang dulu memiliki kerajaan-kerajaan lokal."
Orang-orang tersebut kemudian terdidik dan tercerahkan hingga berproses menjadi sebuah negara Indonesia.
Hal ini menjadi alasan yang menguatkan Anhar bahwa Indonesia akan tetap ada.
"Itu yang menyebabkan saya tidak pernah yakin bahwa Indonesia akan hilang dan kembali menjadi kerajaan," terangnya.
Dalam kesempatan tersebut, Anhar juga menyinggung keterlibatan Kepala Desa Pogung, Setyo Eko Pratolo, dengan Keraton Agung Sejagat.
Menurut Anhar, Setyo Eko memiliki tanggung jawab untuk melakukan pencegahan.
"Sebagai pejabat negara, sebagai orang yang tinggal di desa itu, dan punya tanggungjawab, Anda tidak boleh membiarkan itu."
"Saya tahu, dia diiming-imingi gaji karena gajinya sedikit," ungkapnya.
"Tetapi itu tidak mengharuskan dia untuk meninggalkan apa yang menjadi tanggungjawabnya."
Sebelumnya, Kepala Desa Pogung, Setyo Eko Pratolo mengaku mengikuti Keraton Agung Sejagat.
Setyo tergiur karena diiming-imingi gaji yang besar.
Ia dijanjikan gaji berupa uang dolar.
"Itu karena ekonomi bang Karni."
"Kalau nanti bisa berjalan akan mendapatkan honor atau upah kursnya dolar," jelasnya.
Pernyataannya kemudian membuat peserta diskusi ILC lainnya tertawa.
Dia lalu menerangkan jumlah gaji yang diterima masing-masing posisi pemerintahan Keraton Agung Sejagat.
"Tingkat desa itu empat juta sampai tujuh juta rupiah."
"Tingkat kecamatan itu sampai 25 juta."
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)