Presenter televisi ini dipilih berdasarkan hasil sidang Dewan Pengawas LPP TVRI pada 24 November 2017 setelah menjalani uji kepatutan dan kelayakan.
Namun, pada 17 Januari 2019, Helmy dipecat bersadarkan keputusan dewan pengawas LPP TVRI.
TVRI harus ditonton
Direktur Program dan Berita TVRI Apni Jaya Putra menyebut televisi publik atau milik pemerintah perlu ditonton masyarakat agar pesan yang disiarkan tersampaikan dengan baik.
Menurutnya, persoalan penayangan Liga Inggris di TVRI hanya sebatas tampilan di depan atau etalase agar masyarakat kembali menonton TVRI.
Baca: Politikus PDIP: Menkominfo Harus Turun Tangan Atasi Kisruh TVRI, Jangan Pura-pura
"Liga Inggris itu etalase, TVRI itu perlu ditonton kembali, yang lain-lainnya nilai kepublikan lebih besar. 90 persen program TVRI itu kepublikan," ujar Apni di gedung parlemen, Jakarta, Senin (27/1/2020).
Ia menjelaskan, penayangan siara olahraga seperti Liga Inggris sebenarnya tidak menyimpang dari aturan televisi publik.
Bahkan menurutnya TV publik milik pemerintah Turki yakni TRT memiliki hak siar sembilan liga dunia.
"Masalahnya di mana? Tidak ada masalah. TV publik di dunia itu nomor satu, kita saja tidak nomor satu," ucap Apni.
Baca: Jurgen Klopp Enggan Bahas Kans Juara Liga Inggris, Liverpool Dapat Cobaan: Sadio Mane Cedera
Sebelumnya, Ketua Dewan Pengawas (Dewas) TVRI Arief Hidayat Thamrin mengatakan pencopotan Helmy Yahya selaku Direktur Utama TVRI adalah untuk mengembalikan TVRI ke tupoksinya.
Arief mengatakan banyaknya tayangan luar negeri baik yang berbayar maupun tidak, seperti Liga Inggris, tak menunjukkan jati diri TVRI selaku TV yang mengutamakan edukasi.
"Sehingga ke depan kami menyiapkan proses pergantian Dirut untuk mengembalikan TVRI ke tupoksinya," ujar Arief, kepada Komisi I DPR RI, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/1/2020).
Direksi TVRI bingung
Direktur Program dan Berita TVRI Apni Jaya Putra mengaku bingung dengan keputusan Dewan Pengawas TVRI yang memberhentikan Helmy Yahya karena satu persoalnya yaitu penyiaran Liga Inggris.
Ia menjelaskan, pada Surat Pemberitahuan Rencana Pemberhentian (SPRP) Helmy dari Direktur Utama TVRI, tidak mempersoalkan penyiaran Liga Inggris pada televisi pemerintahan.
"Karena itu dalam surat pembelaan Dirut TVRI tidak disampaikan mengenai Liga Inggris. Tapi pada surat pemberhentian justru muncul soal Liga Inggris dengan kalimat saudara Helmy tidak menjawab atau memberi penjelasan soal pembelian program berbiaya besar antara lain Liga Inggris dan tertib anggaran," tutur Apni saat rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR, Jakarta, Senin (27/1/2020).
Baca: Fans Manchester United Siap Protes di Old Trafford
Baca: Debut di Liga Inggris bersama Liverpool, Takumi Minamino Langsung Cedera
Baca: Catatan Menarik Liga Inggris Pekan ke-24, Liverpool Unbeaten hingga Rekor Fantastis Kevin De Bruyne
Menurutnya, terkait pembelian penyiaran Liga Inggris telah dibicarakan secara bersama, dimana pada 17 Juli 2019 dewan pengawas mengundang direksi untuk membicarakan hal tersebut.
"Pada 18 Juli 2019, dewan pengawas mengeluarkan surat berisi arahan mengenai Liga Inggris," ujar Apni sembari menunjukkan kehadiran dewan pengawas TVRI pada konferensi pers Liga Inggris ditayangkan oleh TVRI.
Apni menyampaikan, perjanjian penyiaran Liga Inggris oleh TVRI selama tiga tahun, tapi bukan perjanjian multiyears dan pembayarannya dilakukan kontrak per tahun dengan harga satu musim senilai 3 juta dolar AS.
"Televisi yang menayangkan Liga Inggris memberikan kepercayaan luar biasa pengiklan kepada TVRI, terbukti dengan masuknya program lain seperti timnas kualifikasi piala dunia, Liga 1 putri, Garuda Muda yang sedang dilatih di Eropa yang memiliki nilai penjualan," tuturnya.
"Di tahun 2020 TVTI mendapatkan kepercayaan menayangkan Indonesian Basket League, pelaksana produksi dan penayangan Badminton Indonesia," sambung Apni.
Sebelumnya, Anggota Dewas TVRI Pamungkas Trishadiatmoko mengungkapkan satu di antara alasan pemberhentian Helmy Yahya terkait penayangan Liga Inggris di stasiun tv milik negara itu.
Awalnya, Pamungkas mengatakan Helmy tak memberikan surat jawaban terkait program asing.
"Surat SPRP (Surat Pemberitahuan Rencana Pemberhentian) Helmy Yahya tidak memberikan jawaban, khususnya mengenai program asing berbiaya besar," katanya di Ruang Rapat Komisi I DPR, Senayan, Jakarta.
Merespons penjelasan Pamungkas, Wakil Ketua Komisi I Abdul Kharis Almasyahri sebagai pimpinan rapat menanyakan perihal tayangan yang dimaksud.
"Sebentar saya potong. Program apa yang berbiaya besar karena kami tidak tahu?" tanya Kharis.
"Liga Inggris, kemudian ada badminton," jawab Pamungkas.
Kemudian Pamungkas mengatakan Liga Inggris merupakan program yang bisa memicu TVRI gagal bayar atau memnciptakan utang.
Ia menyamakan potensi gagal bayar tersebut dengan kasus gagal bayar Jiwasraya.
"Izin saya meneruskan. Nanti pada paparan detail setelah beberapa tahapan, saya akan mencoba men-summary-kan kenapa Liga Inggris itu bisa menjadi salah satu pemicu gagal bayar ataupun munculnya utang yang seperti Jiwasraya. Sehingga kami akan paparkan urutannya," ujar Pamungkas.
"Bahwa tayangan luar negeri itu sangat pelik dalam kontrak-kontraknya karena menyangkut hak kalau terjadi perdebatan dan sebagainya.
Kisruh TVRI bermula ketika beredar SK Dewan Pengawas LPP TVRI Nomor 3 Tahun 2019 tertanggal 4 Desember 2019.
Dalam SK itu, tertulis Helmy dinonaktifkan sementara dari kursi direktur utama TVRI.
Melalui SK tersebut, Dewan Pengawas juga menetapkan Supriyono yang sebelumnya menjabat Direktur Teknik LPP TVRI sebagai Pelaksana Tugas Harian (Plt) Dirut LPP TVRI.
Surat keputusan tersebut tidak mencantumkan alasan penonaktifan Helmy sebagai Dirut TVRI.
Helmy pun menerbitkan surat yang menyatakan bahwa SK tersebut cacat hukum dan tidak berdasar.