News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Reaksi Raja dan Sultan se-Nusantara soal Sunda Empire dan Lainnya: Mereka Kelompok Halusinasi

Editor: Imanuel Nicolas Manafe
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

26 raja se-Nusantara hadir di Hotel Swiss-Belhotel Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel) dalam forum Majelis Adat Kerajaan Nusantara (MAKN), Rabu (29/1/2020)

TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG SELATAN - Kerajaan fiktif yang bermunculan belakangan ini masih menjadi perbincangan hangat.

Di Jawa Tengah, muncul Kerajaan Agung Sejagat dengan pimpinan Raja Toto Santoso dan sang Permaisuri Fanni Aminadia.

 

Tampil mengenakan pakaian khas prajurit tertinggi dan memiliki pengikut hingga ratusan, keduanya mengaku memiliki misi perdamaian dunia.

Namun raja dan permaisuri itu justru datangkap aparat kepolisian lantaran disangkakan melakukan penipuan untuk menarik dana dari pengikutnya.

Selain itu Toto dan Fanni juga dianggap menyebarkan berita bohong soal sejarah kerajaan.

Raja dan permaisuri fiktif itu dijerat pasal 14 UU No 1 tahun 1946 tentang penyebaran berita bohong berakibat membuat onar di kalangan rakyat dan pasal 378 KUHP tentang penipuan.

Di Jawa Barat, muncul Sunda Empire.

Kelompok yang mengaku menjadi penerus pemerintah dunia.

Rangga Sasana, yang terkenal sebagai petinggi Sunda Empire, mengumbar narasi yang absurd terdengar namun sangat yakin diucapkan di sejumlah media.

Akhirnya, Rangga ditangkap aparat Polda Jawa Barat, dengan jeratan pasal 14 dan 15 Undang-undang nomor 1 tahun 1946 tentang pemberitahuan bohong atau dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat.

Belum lagi dengan adanya King of The King di Tangerang, Banten, yang muncul dengan klaim raja dari semua raja di dunia.

Ia sesumbar memiliki harta puluhan ribu triliun dan akan melunasi hutang negara.

Perkembangan raja fiktif itu yang sangat disangsikan raja sungguhan yang masih ada di keraton, kesunanan ataupun kesultanan.

Raja se-Nusantara memiliki wadah perkumpulan bernama Majelis Adat Kerajaan Nusantara (MAKN). Di dalamnya ada 56 raja dari seluruh Indonesia.

MAKN dipimpin Ketua Harian YM KPH Eddy S Wirabhumi dari Kasunanan Surakarta dan Dewan Raja YM SPDB Pangeran Edward Syah Pernong dari Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak, Kepaksian Pernong Lampung.

Pada Rabu (29/1/2020), para raja Se-Nusantara itu berkumpul di Swiss-Belhotel, Serpong, Tangerang Selatan.

Para raja itu hendak membahas menyikapi dinamika Kerajaan-kerajaan fiktif yang bermunculan.

Eddy mengatakan, raja fiktif yang muncul itu sama sekali tidak mencerminkan identitas bangsa. Ia meminta agar jangan disamakan dengan raja yang sesungguhnya.

"Jangan disamakan mohon maaf ya yang sekarang lagi euforia, raja-rajaan, tidak lucu," ujar Eddy.

Eddy menyebut kerajaan fiktif itu hanya 'mimpi-mimpi kosong' dan memanfaatkan kebebasan berpendapat untuk menyebarluaskan narasinya.

"Beliau-beliau itu orang yang terhormat karena garis keturunannya jelas. Mohon maaf jangan samakan dengan kelompok halusinasi."

"Kalau yang ada di sana itu adalah mimpi-mimpi kosong," tegasnya.

• Polisi Bakal Gelar Perkara Soal Kerajaan Halu King of the King di Tangerang

• Petugas Damkar Jakarta Barat Evakuasi Ular Kobra Ukuran 1 Meter

• Persija Jakarta Sudah Ajukan Peminjaman Resmi, Bos PSM Minta Marc Klok Bertahan

Menurutnya, munculnya narasi mimpi kosong yang dijual para raja fiktif itu karena masyarakat inginkan perubahan.

"Masyarakat kita ingin ada perubahan di dalam hidupnya, lalu mereka mencoba untuk mengisi itu dengan memberikan mimpi-mimpi kosong kepada masyarakat, masuk lah itu," ujarnya

Menurutnya, situsi itu harus dipahami hikmahnya untuk kembali kepada kebudayaan asli Indonesia.

"Jadi menurut saya, hikmahnya adalah kembali kepad ajati diri kebudayaan kita, kota cintai kebudayaan kita sendiri melalui pusat-pusat kebudayaan yang sudah ada ini," ujarnya.

Eddy menegaskan bahwa raja dan kerajaan asli Indonesia konsisten sejalan dengan pemerintah.

"Gini, kalau yang asli pasti tidak aneh-aneh pemikirannya, pemikirannya in line sama pemerintah. Kalau sudah ngomongnya tentang di luar, itu pasti palsu," ujarnya.

Berbeda dengan narasi para raja fiktif, raja se-Nusantara itu lebih meromantisasi sejarah sebagai identitas.

Edward sebagai Dewan Raja, menegaskan persyaratan atau ciri kerajaan di Indonesia.

Narasi tentang kontribusi para raja dalam membantu kemerdekaan Indonesia selalu diucapkan.

Bahkan awal kemunculan kerajaan sebelum Indonesia merdeka menjadi syarat mutlak kerajaan itu sendiri.

"Raja ini adalah penegak-penegak tradisi, yang sebelumnya NKRI ada ini, dia memang sudah ada. Dengan beberapa kriteria, ada trah memang dulu ada kerajaan, ada keturunan lurus, ada pergantian tahta, ada wilayah ada rakyat. Tradisi-tradisi adat masih berjalan di tempat itu," papar Edward.

Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul: Mimpi-mimpi Kosong Raja Fiktif dan Romantisme Sejarah Raja Se-Nusantara

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini