TRIBUNNEWS.COM - Warga Negara Indonesia (WNI) yang dievakuasi dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China diobservasi ke Natuna, Kepulauan Riau, Indonesia.
Diketahui, 243 WNI yang mendarat di Bandar Udara Hang Nadim, Batam pada Minggu (2/2/2020) langsung menjalani serangkaian evakuasi.
Mereka diterbangkan dari China terkait wabah virus corona yang semakin meluas.
Sekira pukul 08.40 WIB para penumpang yang merupakan WNI dari Wuham disemprot vaksin desinfektan anti virus.
Terkait evakuasi ini, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) buka suara.
BNPB memastikan lokasi observasi WNI dari China ke Natuna jauh dari pemukiman penduduk.
BNPB mengimbau agar masyarakat yang bermukim dekat lokasi observasi untuk tidak khawatir.
Hal tersebut ditegaskan oleh Kepala BNPB Doni Monardo, di Natuna pada Sabtu (1/2/2020).
"Lokasi jauh dari penduduk, di dalam pangkalan militer," kata Doni Monardo yang dikutip dari laman resmi BNPB.
"Jadi warga di sini tidak perlu khawatir," tambahnya.
Doni juga menjamin, selama proses observasi, warga Natuna tidak akan dirugikan.
Ia juga mengatakan, tidak ada kerusakan atau pencemaran lingkungan di Natuna.
Diketahui, pemerintah telah menyediakan lokasi khusus untuk observasi WNI yakni di RSA Natuna, Hanggar Landasan Udara (Lanud) Raden Sadjad Natuna.
Hanggar tersebut memiliki kapasitas 300 orang dengan fasilitas sesuai standar.
Hanggar Lanud Raden Sadjad tersebut juga mengutamakan kesehatan, keamanan dan kenyamanan.
Dipakai Selama 14 Hari
Hanggar Lanud Raden Sadjad dipilih menjadi tempat observasi WNI yang dievakuasi dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China selama 14 hari.
Alasan dipilihnya hanggar ini karena dinilai jauh dari permukiman warga.
Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto menyatakan jarak hanggar ke tempat penduduk kurang lebih 5 hingga 6 km.
Namun, ada pemukiman yang jaraknya sekira satu kilometer dari hanggar tersebut.
Kampung tersebut bernama Kampung Tua Penagi.
Sejumlah tiang pancang tampak menopang rumah-rumah tersebut sehingga beberapa posisinya berada di atas air.
Model rumah-rumah tersebut membuat pemukiman ini disebut kampung yang mengapung.
Senin (3/2/2020) siang, Tribunnews.com mengunjungi Kampung Tua Penagi.
Dari jalan raya, atap Hanggar berwarna putih jelas terlihat meskipun aktivitas observasi tidak terpantau karena tertutup hutan bakau.
Masuk ke area Kampung Tua Penagi, kita disambut dengan gapura berwarna putih bertuliskan : Kota Tua Penagi
Di atas gapura terpampang tulisan Gong XI Fa Chai berlatar belakang merah serta sembilan buah lampion merah yang digantung sebagai penghias.
Ditinggal Penghuninya...
Sayangnya, diberitakan Tribunnews, Kampung Tua Penagi kosong melompong.
Bak kota mati, hampir seluruh rumah disana tertutup rapat.
Beberapa usaha warga seperti toko kelontong serta warung makan ikut tutup.
Warga memilih berdiam diri di rumah masing-masing.
Bahkan ada yang mengungsi di rumah sanak saudara yang lokasinya jauh dari hanggar.
Ketua RT 01 RW 04, Batu Hitam, Kampung Tua Penagi, Yohanes Supriyanto buka suara.
Ia membenarkan ada puluhan warganya yang mengungsi karena ketakutan rumah mereka berdekatan dengan hanggar.
"Ini memang tempat terdekat dari karantina atau observasi hanya sekitar 1KM. Dari pinggir jalan saja bisa terlihat atap hanggarnya," tutur Yohanes saat ditemui di kediamannya.
"Setidaknya ada 81 orang warga saya yang mengungsi. Yang disini tinggal 292 warga," tambahnya.
Yohanes berpendapat pemberitaan yang begitu hebat terkait virus corona mulai dari orang berdiri yang tiba-tiba terjatuh, hingga orang menggunakan baju astronot makin membuat warga ketakutan.
"Warga mengungsi karena pemberitaan di televisi begitu hebatnya soal virus ini," terangnya.
"Termasuk sebelum Natuna dipilih jadi lokasi observasi, tidak ada sosialisasi dan pemberitahuan sebelumnya," tambah Yohanes.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani/Theresia Felisiani)