TRIBUNNEWS.COM - Pemilihan Natuna sebagai tempat karantina 238 Warga Negara Indonesia (WNI) justru menimbulkan polemik baru.
Warga Natuna menolak karantina dilakukan di wilayah mereka.
Hal tersebut lantaran, mereka ketakutan soal kemungkinan terpapar virus corona.
Terkait hal itu, Bupati Natuna Abdul Hamid Rizal dalam acara Apa Kabar Indonesia Pagi yang diunggah di kanal YouTube Talk Show TVOne, Selasa (4/2/2020), memberikan penjelasannya.
Hamid mengatakan, sebanarnya masyarakat bukan menolak karantina di Natuna.
"Sebenarnya intinya bukan penolakan, kemarin itu penjelasan terhadap masyarakat kita yang menjumpai Pak Menkes itu agak kurang begitu jelas gitu, sehingga masyarakat ini ragu," kata Hamid.
"Artinya WNI ini orang sehat segala macam, maunya Pak Menkes ini bilang 'saya menjamin bahwa ini tidak ada apa-apa," tambahnya.
Menurut Hamid, bahasa soal menjamin dan keterangan lain terkait berapa lama WNI akan berada di Natuna tidak disampaikan kepada masyarakat.
Selain itu, Hamid juga mengungkapkan, tidak ada sosialisasi dari pemerintah pusat soal wilayahnya yang menjadi karantina WNI dari Wuhan.
"Jadi tidak ada pemberitahuan terlebih dahulu sehingga kami tidak sempat mensosialisasikan ke masyarakat," ungkap Hamid.
Lantaran hal tersebut, Hamid menuturkan masyarakat Natuna terkejut dengan keputusan mendadak pemerintah soal karantina WNI dari Wuhan ke Natuna.
"Jadi masyarakat ini kan kaget dia, dia nonton TV di China begini-begini."
"Kan mereka membayangkan seolah-olah yang datang ini orang sakit," ungkap Hamid.
Mahfud MD Akui Ada Keterlambatan Informasi Soal Karantina WNI di Natuna
Pemerintah Indonesia telah memilih Natuna, Kepualauan Riau sebagai lokasi karantina 238 Warga Negara Indonesia (WNI) dari Wuhan.
Namun, warga Natuna menolak keras karantina WNI dilakukan di wilayah mereka.
Hal tersebut lantaran, mereka ketakutan soal kemungkinan terpapar virus corona.
Selain itu, mereka menilai pemilihan Natuna sebagai tempat karantina terlalu mendadak.
Pasalnya, warga Natuna mengaku tidak memperoleh informasi atau sosialisasi dari pemerintah soal karantina tersebut.
Terkait hal itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengakui ada keterlambatan informasi.
Hal tersebut disampaikan Mahfud MD disela-sela rapat yang dihadiri oleh sejumlah menteri dan juga pejabat daerah.
Hadir dalam rapat tersebut, Bupati Natuna Abdul Hamid Rizal, Wakil bupati Natuna Ngesti Yuni Suprapti.
Menteri Kesehatan (Menkes), Terawan Agus Putranto dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian.
"Terjadi keterlambatan informasi karena perkembangan berlangsung begitu cepat."
"Sehingga pemerintah begitu mendapatkan green light untuk memulangkan saudara-suadara kita WNI dari Wuhan itu langsung bekerja cepat."
"Dan memutuskan mengambil tempat di Natuna yang dianggap tepat," kata Mahfud MD seperti dikutip dari tayangan yang diunggah di kanal YouTube TVOneNews, Selasa (4/2/2020).
Menurut Mahfud MD, Natuna dipilih menjadi tempat karantina lantaran paling aman dan dekat dengan instalasi militer.
"Timbul kesalahpahaman karena komunikasi dengan pemerintah daerah dan rakyat Natuna agak terlambat dan itu supaya dimaklumi," ungkap Mahfud MD.
Diketahui, perkembangan persebaran virus corona terjadi secara cepat.
Hal tersebut yang membuat Pemerintah Indonesia bergerak cepat melakukan tindakan evakuasi WNI.
"Hari ini kita sudah bertemu, menampung aspirasi teman-teman dari Natuna yang diwakili oleh Bapak Bupati, Ibu Wakil Bupati dan Ketua DPRD," kata Mahfud MD.
Dalam kesenpatan tersebut, Mahfud MD menegaskan, pemerintah menjamin evakuasi WNI DARI Wuhan ke Natuna.
Pemerintah berupaya agar wabah virus corona tidak akan membahayakan warga Natuna.
"Pemerintah menjamin bahwa penyelesaian pemulangan WNI itu dilakukan dengan akurat, tidak membahayakan masyarakat Natuna," terangnya.
Bahkan, Mahfud MD menyebut Menkes Terawan siap menjamin badannya untuk bertindak lebih dulu dibandingkan dengan yang lain.
"Dan bahkan disamping menjamin secara resmi."
"Bapak Menteri Kesehatan tadi mengatakan menjaminkan badannya bertindak lebih dulu dibandingkan dengan yang lain."
"Misalnya dalam menghadapi risiko itu, jadi lebih tinggi dari sekedar menjamin," terang Mahfud MD.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana Saputri)