TRIBUNNEWS.COM - Akibat terus berkembangnya kasus coronavirus, beberapa waktu lalu pemerintah menjemput 238 WNI dari Wuhan, Provinsi Hubei, China.
WNI yang dijemput tersebut kemudian diobservasi selama 14 hari di Natuna, Kepulauan Riau.
Dari data terbaru yang dilansir Thewuhanvirus.com, Kamis (6/2/2020) pukul 11.26 WIB tercatat 28.276 jumlah kasus coronavirus dan 565 kematian, tersebar di 28 negara.
Meski demikian, saat ini masih terdapat WNI yang bertahan di China meski bukan di provinsi Wuhan.
Menanggapi masih adanya WNI yang tinggal di China, Ahli Epidemiologi/Virus Universitas Indonesia, Syahrizal Syarif dalam acara Mata Najwa, Rabu (5/2/2020) mengatakan mereka tidak perlu pulang ke Indonesia.
"Saya rasa tidak perlu pulang, yang penting mengikuti proses di sana (China)."
"Mereka yang berada di sana ini (China) maupun di Natuna kita menyebutnya sebagai social contact," jelasnya.
Syahrizal menjelaskan bahwa social contact yaitu orang-orang yang berasal dari negara yang memiliki kasus konfirmasi virus ini.
Menurutnya, hal yang perlu dimengerti saat ini adalah cara agar tidak muncul kasus baru.
Hal itu bisa dilakukan dengan cara menempatkan orang yang sakit berada di rumah sakit atau ruang isolasi.
Lalu orang-orang yang sehat, jangan sampai bertemu, itu alasan adanya upaya karantina.
Syahrizal menganjurkan untuk tidak pulang.
"Saya anjurkan tetap di sana, yang penting KBRI memperhatikan logistiknya," ungkapnya.
Baca: UPDATE Terbaru Korban Virus Corona: 565 Orang Meninggal, 28.276 Terinfeksi, dan 1173 Sembuh
Dalam acara yang sama, mahasiswa Indonesia yang masih bertahan di Provinsi Guangxi, China, Muhammad Fadly mengungkap ada 47 WNI semuanya mahasiswa masih tinggal di provinsi tersebut.
Fadly juga menjelaskan jarak Provinsi Guangxi dengan Hunbei, pusat penyebaran virus 2019-nCov sekira 1400 kilometer.
Fadly menceritakan aktivitas di Guangxi masih lancar, meski sedikit lenggang.
"Aktivitas (Guangxi) masih lancar, namun tidak seperti biasanya, sedikit lengang."
"Banyak toko-toko tutup dan kendaraan tidak beroperasi," jelasnya.
Selain itu, ia mengatakan bahwa sudah ada 29 warga yang tinggal di Provinsi Guangxi terinfeksi virus corona.
Meski masih tenang, santai, dan tidak ada rasa khawatir terkait kasus coronavirus, Fadly tetap berkeinginan pulang ke Indonesia.
"Orangtua sudah meminta saya untuk pulang, katanya di China sudah berbahaya."
"Saya menanggapinya dengan tenang, santai tapi tetap ikuti anjuran KBRI," ungkapnya.
Fadly menjelaskan jika KBRI menganjurkannya untuk mengurangi interaksi luar ruangan.
Ia sebenarnya masih merasa aman, hanya saja karena permintaan orangtua, sehingga mahasiswa Elektonika itu berencana untuk pulang.
Meski saat ini penerbangan Indonesia dari dan ke China sudah ditutup, Fadly berencana pulang ke Indonesia dengan penerbangan transit.
Ia berencana mengambil penerbangan transit Malaysia.
"Itu penerbangan langsung, setahu saya yang trasit belum ditutup."
"Saya sudah beli tiket, rencananya transit Malaysia," ungkapnya.
Sementara untuk kuliahnya, Fadly mengaku telah mendapatkan dispensasi dari pihak universitas.
"Belum ada info kapan masuk kuliah lagi," katanya.
Universitas meminta Fadly untuk menunggu hingga kasus virus ini selesai, baru bisa masuk kuliah lagi.
Sementara orang tua dari Aprilia Mahardini (WNI Observasi), Tri Suto mengungkapkan jika orang tua khawatir itu wajar.
"Pertama kali merebak virus corona, orang tua hanya berfikir pulang-pulang pokoknya anak saya pulang," jelasnya.
Terlebih setelah mendengar kabar per 23 Januari kota Wuhan sudah di tutup.
Ia mengungkapkan jika setiap malam tidak bisa tidur karena selalu kepikiran.
"Keperluan belanja, kuliah, atau keperluan lain anak saya bagaimana," jelasnya.
(Tribunnews.com/Fajar)