TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Meski telah memaafkan Zikria Dzatil, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini belum mencabut laporan kasus penghinaan dirinya di Polrestabes Surabaya.
Pengamat hukum Universitas Airlangga Emanuel Sudjatmoko mengatakan, kasus penghinaan itu merupakan delik biasa dan delik aduan.
Hal itu membuat kasus hukum tak akan berhenti jika Risma mencabut laporannya.
"Kasusnya tetap berjalan kalau deliknya, delik biasa. Kemarin ada keterangan bahwa kasus ini delik aduan dan delik biasa. Kalau delik biasa, tanpa aduan tetap berjalan (proses hukumnya)," ujar Emanuel kepada Kompas.com, Kamis (6/2/2020).
Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Sudamiran belum memastikan langkah yang bakal diambil jika Risma mencabut laporan kasus penghinaan itu.
"Ya, nanti kita kaji kalau sudah ada pencabutan laporan secara tertulis, ya," kata Sudamiran kepada Kompas.com, saat dihubungi, Kamis (6/2/2020).
Baca: Risma Dilaporkan ke Ombudsman, Adhie Massardi: Jangan Ada Lagi Pejabat Publik Dikit-dikit Baper
Baca: Risma Beri Maaf, Ini Upaya Orang yang Menghinanya untuk Bebas Agar Bertemu Anaknya yang Masih Balita
Ia mengaku tidak bisa berandai-andai karena belum menerima surat pencabutan laporan resmi dari pelapor.
"Kalau belum ada (surat pencabutan laporan), kita enggak bisa berandai-andai," tutur Sudamiran.
Sudamiran menegaskan, pihaknya akan memproses perkara sesuai dengan mekanisme yang ada.
"Nanti kita lihat kalau ada surat tertulisnya. Nanti kita akan tindaklanjuti seperti apa," ujar dia.
Berdasarkan Pasal 75 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) disebutkan bahwa orang yang mengajukan pengaduan, berhak menarik kembali dalam waktu tiga bulan setelah pengaduan diajukan.
Dalam pasal 75 KUHP juga dijelaskan bahwa bunyi pasal tersebut hanya bisa berlaku untuk kejahatan–kejahatan yang sifat deliknya adalah delik aduan.
Bila pengaduan dicabut, maka proses hukum yang berjalan akan dihentikan. Namun, pengaduan tak bisa dicabut jika laporan telah lewat tiga bulan.
Delik Biasa dan Delik Aduan