News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemulangan WNI Eks ISIS

Pakar Sebut Anak-anak WNI Eks ISIS Bisa Lebih Berbahaya: Jangan Pulangkan Hanya karena Kemanusiaan

Penulis: Arif Tio Buqi Abdulah
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi ISIS - Anak WNI Eks ISIS Bisa Lebih Berbahaya dari Orangtuanya, Pemerintah Tak Perlu Pro Aktif

TRIBUNNEWS.COM - Pakar Hukum Internasional Hikmahanto Juwana menilai para anak-anak WNI eks ISIS bisa jadi menjadi lebih berbahaya daripada orang tuanya jika sudah didkotrin sejak dini.

Menurutnya, para WNI yang telah bergabung dengan tentara ISIS secara otomatis telah menanggalkan kewarganegaraan Indonesia.

Hal itu berdasar UU Kewarganegaraan Pasal 23 huruf D dan F yang berisi ketentuan tentang kehilangan kewarganegaraan Indonesia.

Kemudian Hikmahanto menjelaskan jika WNI yang telah bergabung dengan ISIS telah masuk dalam dua kriteria WNI yang kehilangan kewarganegaraannya.

Dalam huruf D, disebutkan akan hilang status WNI jika masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden.

"Mereka yang tergabung dengan tentara asing atau pemberontak dari negara asing dan yang telah mengucap janji setia pada negara atau bagian negara, maka status warga negara Indonesia akan gugur," terang Hikmahanto saat berbicara di Tv One, Kamis (6/2/2020).

Baca: Rencana Pemulangan WNI eks ISIS, Ini Kata Pengamat Intelijen dan Pakar Hukum Internasional

Sementara dalam huruf F, akan hilang kewarganegara seseorang jika secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut.

"Kita tahu bahwa mereka-mereka yang bergabung ke sisi itu tentu dia sejak awal secara sadar sudah ingin menanggalkan kewarganegaraan indonesia," lanjutnya.

Menurutnya, dalam kasus ini, azaz perlindungan maksimum tidak berlaku bagi para WNI yang telah bergabung ke ISIS.

"Tidak ada itu asas perlindungan maksimum, karena asas perlindungan maksimum itu terkait dengan mereka WNI," tambah Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) itu.

Baca: Status Kewarganegaraan WNI Eks ISIS setelah Bakar Paspor, Jubir Maruf Amin: ISIS Itu Bukan Negara

Namun demikian, sedikit berbeda jika yang dipulangkan tersebut merupakan anak-anak yang sebelumnya dipaksa oleh orang tuanya untuk bergabung dengan ISIS.

"Ini jadi tanda kutip, peran dari pemerintah ini apakah perlu pro aktif atau pasif saja," ucapnya.

Menurutnya, pemerintah hanya tak perlu bersikap pro aktif untuk memikirkan mereka.

Jika anak-anak tersebut benar menginginkan kembali ke Indonesia, tentu harus melewati beberapa proses dahulu.

"Cukup pasif saja dengan catatan bahwa kalau ada kehendak dari anak-anaknya ini ingin kembali ke Indonesia, tentu ada proses pertama memastikan seberapa terpapar meraka," jelasnya.

Pemerintah juga harus memastikan anak-anak tersebut tidak akan menyebarkan paham yang mereka pahami saat bergabung dengan ISIS sekembalinya Indonesia.

"Kedua bahwa mereka tidak akan menyebarkan paham yan terkait dengan yang mereka yakini pada waktu mereka ikut bergabung dalam Isis," terangnya.

Selain itu pemerintah juga harus memikirkan tekniknya mengenai pengembalian kewarganegaraan mereka.

Baca: Fadli Zon Kritik Jokowi yang Menolak Pulangkan 600 WNI Eks ISIS ke Tanah Air

Menurutnya, tindakan pemulangan anak-anak oleh pemerintah tak boleh dilakukan jika hanya semata-mata untuk alasan kemanusiaan.

"Pemerintah harus mewacanakan ini secara baik, secara cermat dan jangan semata-mata karena alasan kemanusiaan," kata Hikmahanto.

Sebab para anak kecil tersebut kedepannya bisa lebih berbahaya jika telah didoktrin.

"Karena kita tidak tahu, kalau misalnya mereka yang anak kecil itu kalau mereka di doktrin nanti, itu bisa lebih militan, karena mereka tidak pernah mungkin mengetahui apa yang terjadi di Indonesia."

"Kalau mereka orang tuanya bisa insyaf tapi kalau anak-anak mungkin tidak bisa," terangnya.

Ia mengingatkan agar pemerintah juga memperhatikan nasib Indonesia ke depannya dengan 260 juta rakyat ini.

Ia tak mau jika Hak Azazi 260 juta rakyat Indonesia itu dikorbankan hanya demi segelitir orang yang pahamnya telah berubah.

"Jangan sampai Hak Asasi260 juta rakyat Indonesia harus dikorbankan dengan mereka yang segelintir masuk ke Indonesia dan kemudian menyebarkan paham yang tidak benar," jelas Hikmahanto.

Baca: Ditanya WNI Eks ISIS Bisa Terlantar karena Tak Dipulangkan, Soleman Ponto: Kenapa Harus Dipikir?

Pada intinya, Hikmahanto ingin pemerintah tak perlu dipusingkan dengan nasib mereka kedepannya.

"Jadi pemerintah harus benar-benar melihat permasalahan ini, itu merupakan tanggungjawab pemerintah untuk mewacanakan dengan baik," tandasnya.

Sementara itu, komisioner Komnas HAM, Amiruddin Al Rahab mengatakan para pemangku kebijakan perlu duduk bersama mendiskusikan hal ini dan membuat suatu roadmap.

"Perlu buat roadmapnya dulu dan duduk bersama untuk melihat fenomena ini, sehingga tidak hanya sekedar menjadi spekulasi saja pembahasan tersebut,"

Ia menegaskan, Komnas HAM akan terbuka dengan persoalan tersebut dan akan memberikan pandangan setelah melihat sikap pasti dari pemerintah Indonesia.

(Tribunnews.com/Tio)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini