"Pada saat itu masih belum ada warga Indonesia perempuan yang ke sana. Jadi kami laki-laki semuanya," jelasnya.
Lebih lanjut, Syahrul menuturkan bahwa dari awal ia tidak mengetahui rombongan yang diikutinya merupakan bagian dari ISIS.
Sepengetahuannya, ia diajak ke Suriah untuk melakukan misi kemanusiaan.
"Saya pikir dulu ke Suriah misi kemanusiaan ya, tapi ternyata rombongan saya gabung ke ISIS," ujarnya.
"Jadi mau tidak mau kami mengikuti pola di sana bersama ISIS," kata Syahrul.
Namun saat berjalan enam bulan, Syahrul merasa ragu dengan apa yang diikutinya saat itu.
Ia merasa hati nuraninya menolak untuk mengikuti aksi dari kelompok ISIS ini.
"Kemudian lama-kelamaan hati nurani merasa tidak cocok. Yakni adanya pembunuhan bahkan penggal kepala," ujarnya.
"Saya pikir apakah ini Islam yang Rahmatan Lil Alamin, apa fungsinya ketika kekerasan dimunculkan sedemikian rupa," jelasnya.
"Tidak lama ada deklarasi khilafah saat itu, menurut saya, apakah ini tidak terlalu prematur ya untuk sebuah negara yang masih belum stabil," kata Syahrul.
Baca: Keaman Negara Harus Dipertimbangkan Sebelum Memulangkan Eks ISIS
Baca: Muncul Opsi Ketiga Solusi Polemik Pemulangan WNI Eks ISIS, Komnas HAM Harap Maruf Amin Turun Tangan
Melihat hal ini, Syahrul semakin mantap untuk keluar dari ISIS.
Namun perjuangan untuk kembali ke Indonesia tidak semudah yang ia bayangkan.
Mengingat paspor miliknya dipegang oleh satu di antara orang Suriah.
"Pulang ke Indonesia itu menurut saya sejarah yang paling seru ya, karena keluar dari negeara konflik" ujarnya.