News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ojek Online

Tarif Ojek Online Naik Lagi? Menurut Ketua YLKI: Konsep Regulasinya Salah

Penulis: Yurika Nendri Novianingsih
Editor: Garudea Prabawati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tarif dari Ojek Online (Ojol) akan naik, simak tanggapan dari Tulus Abadi selaku ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

TRIBUNNEWS.COM - Pada September 2019 lalu telah dilakukan kenaikan tarif Ojek Online (Ojol).

Tarif ojol yang semula Rp 2000 per kilometer diusulkan akan naik 25 persen menjadi Rp 2500 per kilometer di wilayah Jabodetabek.

Ditanyai mengenai kenaikan tarif yang belum genap satu tahun ini, Tulus Abadi selaku ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyampaikan pendapatnya pada kanal Youtube metrotvnews Minggu (9/2/2020).

"Pertama memang konsep regulasinya menurut saya salah, dan itu yang saya kira nanti harus direvisi. Ya karena apa, karena memang di dalam keputusan menetri perhubungan justru tarif ojol ini bisa dievaluasi per tiga bulan sekali jadi baru naik bulan september 2019 yang lalu," Ujar Tulus Abadi.

"Nah, kalau tiga bulan sekali duitnya dievaluasi ini terlalu pendek terlalu besar, ya angkutan umum yang lain aja untuk bisa naik tarif harus berbulan-bulan bertahun-tahun baru bisa disesuaikan."

"Ini tiga bulan sudah minta disesuaikan alias naik tarif."

Tulus meminta agar Menteri Perhubungan mengevaluasi atau merevisi regulasi yang mengatakan bahwa tarif ojek online disesuaikan per tiga bulan.

Baca: Ikut Kursus Masak, Keluarga Mitra Gojek Peroleh Tambahan Rp4 Juta/Bulan

"Jadi terlalu cepat, karena kalau tiga bulan dinamika eksternal yang berpengaruh terhadap tarif itu belum signifikan atau belum kelihatan dari unsur komponen tarifnya itu."

Menurut Tulus Abadi kenaikan tarif ojol ini dinilai terlalu cepat dan tidak wajar.

Ia juga mengatakan bahwa saat ini bukan hanya angkutan umum tetapi sudah menjadi sarana transportasi yang tak terelakkan bagi masyarakat.

Ia menilai akses transpotasi umum di Indonesia juga masih belum memadai.

"Sehingga kalau ini kenaikannya tidak mempertimbangkan hal tersebut khususnya daya beli ini yang nanti bisa kontrapodruktif baik bagi konsumen ataupun juga driver ojol sendiri."

Tulus Abadi selaku ketua YLKI menilai jika pemerintah daerah konsisten untuk mengembangkan transportasi umum, maka kenaikan tarif ojol yang tinggi justru membuat konsumen berhenti menggunakan dan ketergantungan masyarakat terhadap ojol akan berkurang.

Baca: Ratusan Istri Mitra Gojek Siap Ramaikan Kuliner Jateng & Jogja bersama GoFood

"Dan ini bisa sebenernya bisa bisa disatu sisi bisa bagus tapi dengan catatan angkutan umum yang ada itu sudah siap untuk jabodetabek."

"Tetapi untuk daerah ini cukup berisiko, ya karena di daerah, pemerintah daerah itu hanya Indonesia itu tidak mengembangkan angkutan umum sampai detik ini."

"Sehingga ojek online menjadi alternatif yang sangat signifikan untuk sesama transportasi masyarakat."

Ketua YLKI mengaku sudah melakukan rapat dengan Kementerian Perhubungan.

"Ya kami sudah terhitung sudah dua kali di dalam rapat-rapat pembahasan tarif onjek online itu."

"Ya dan kita me-warning kepada Kementerian Perhubungan sesuai dengan apa yang tadi saya katakan itu, agar Kementerian Perhubungan hati-hati di dalam mempromosikan kembali terkait dengan tarif ojol ini karena masih tiga bulan yang lalu."

Tulus Abadi tidak menyetujui jika kenaikan tarif ojol dikarenakan adanya kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

"Kedua kalau kenaikannya dikatakan masalah BBM, BBM juga belum naik malah turun," tegasnya.

"Dan kalau dikatakan masalah BPJS Kesehatan, aplikator juga tidak menanggung BPJS Kesehatan bagi drivernya."

Ia menyampaikan bahwa keluhan para driver ojol bukan karena kenaikan tarif, melainkan adanya perekrutan driver baru yang terus terjadi.

"Sebenernya yang menjadi keluhan driver ojek online itu bukan soal tarifnya saat ini, tetapi adanya kebijakan aplikator yang terlalu jor-joran di dalam merekrut driver baru."

"Sehingga persaingan yang sangat ketat dan sehingga pendapatan driver online yang sudah lama itu menurun derastis karena apa persaingan yang sangat tinggi sementara penumpangnya tidak signifikan bertumbuh."

"Nah ini sebenernya yang harus diatur Menteri Perhubungan adalah bagaimana Menteri Perhubungan menginterfensi aplikator agar di dalam merekrut driver baru bisa dikendalikan atau ada kuota ya sehingga tidak terjadi persaingan yang kontraproduktif, dan akhirnya di satu sisi driver pendapatannya berkurang, di sisi lain pelayanan kepada konsumen khusunya dari sisi safety itu bisa menurun."

"Ingat ketika driver ini dieksploitasi dengan persaingan yang tinggi maka apa namanya perilaku dalam hal mengemudi itu bisa berisiko dan kemudian taruhannya menjadi sangat tinggi terkait dengan safety."

(Tribunnews.com/Yurika Nendri)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini