Sehingga, mereka dengan mudah dapat masuk ke Suriah dan bergabung ke ISIS.
"Jadi maksud saya dalam posisi ini lah maka nanti mereka di hukum atau mereka harus menjalani proses itu di kedua negara ini (Irak dan Suriah)," terang Ngabalin.
Lebih lanjut, Ngabalin menjelaskan, bahwa WNI eks ISIS ini pergi ke Suriah dan bergabung dengan ISIS lantaran kemauannya sendiri.
"Dia menyebutkan negara Indonesia negara thogut, dia menyebutkan negara Indonesia pemerintahannya kafir."
"Dia mau menempuh dengan jalan surganya, ya pergilah dengan niatnya," ujar Ngabalin.
Dalam pengertian lain, Ngabalin menyebut, bahwa mereka sudah bukan lagi warga negara Indonesia.
Apalagi dengan pembakaran paspor yang telah dilakukan WNI eks ISIS.
"Artinya kalau nanti di amasuk dalam Mahkamah nih, di Damaskus atau di Irak mengidentifikasi dirinya sebagai orang Indonesia dari mana?" kata Ngabalin.
Ngabalin menjelaskan, dari data dokumen yang pihaknya peroleh, WNI eks ISIS telah berada di Suriah paling kurang 9 tahun.
"Dia itu paling kurang 9 tahun, dari data dokumen yang kita terima ya, makanya dia itu sekitar 14 sampai 17 tahun (di Suriah)."
"Bagaimana cara mengidentifikasi ini orang Manila, ini orang Indonesia, ini orang Turki dan lain-lain," papar Ngabalin.
"Kenapa dia yang berbuat dengan sesuka hatinya, kok sekarang yang pusing pemerintah," terang Ngabalin.
Ngabalin juga menegaskan, bahwa WNI eks ISIS berbeda dengan WNI yang dievakuasi pemerintah dari Wuhan lantaran virus corona.
"Saya ingin menyatakan secara resmi, pemerintah tidak berniat sedikitpun atau punya rencana sedikitpun untuk memulangkan apalagi menjemput."
"Ingat itu saya punya kata-kata, sampai hari ini tidak ada niat sedikitpun untuk memulangkan apalagi menjemput mereka ini," tegas Ngabalin.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana Saputri)