TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memutuskan untuk tidak memulangkan WNI eks ISIS dalam rapat terbatas pada Selasa (11/2/2020) kemarin.
Hal ini dilakukan untuk menjamin rasa aman dan nyaman bagi warga negara di Indonesia.
Meski begitu, pemerintah tetap membuka opsi memulangkan anak-anak dari WNI teroris pelintas batas (FTF) dan terduga eks ISIS ke Indonesia.
Pemerintah memberikan kelonggaran bagi anak-anak mereka yang sama sekali tak tersangkut-paut aksi terorisme orangtuanya.
Baca: Pendiri NII Crisis Center: Anak-anak Eks ISIS yang Dilatih Pegang Senjata Tak Usah Dipulangkan
Baca: WNI Eks ISIS Tak Dipulangkan, Robikin Emhas Sebut Keputusan Pemerintah Tepat: Seuai Arahan PBNU
Dikutip dari Kompas.com, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menjelaskan, pemerintah juga telah mengantisipasi untuk mencegah eks ISIS pulang sendiri ke Tanah Air.
"Kan bisa terjadi (mereka pulang sendiri). Itu kita sudah antisipasi," kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (12/2/2020).
Mahfud menilai, ada dua kemungkinan cara para eks teroris pulang ke Indonesia.
Pertama, melewati jalur tikus atau jalur ilegal.
Kedua, menggunakan jalur legal dengan berangkat dari negara yang bebas visa.
Baca: Simpang Siur Pemulangan Nasib 689 WNI Teroris Pelitas Batas & Eks ISIS, Pemerintah Indonesia Menolak
Baca: Live Streaming Mata Najwa, Tema: Menangkis ISIS, Rabu 12 Februari 2020 Pukul 20.00 WIB
Ia menduga ada sejumlah eks teroris yang hanya pura-pura membakar paspor, padahal masih menyimpan paspor mereka.
Dengan begitu, upaya untuk pulang ke Tanah Air lewat jalur legal masih dimungkinkan.
"Misalnya (mereka pulang lewat) satu negara tertentu di Afrika bebas visa, itu kan bahaya. Tapi, sudah ditangkal semua," kata dia.
Akan tetapi, Mahfud MD enggan menjelaskan lebih jauh langkah antisipasi seperti apa yang dilakukan.
Mengapa?
Menurut Mahfud MD, dirinya khawatir informasi ini akan dimanfaatkan oleh para eks teroris mencari celah untuk kembali ke Indonesia.
Baca: Tak Pulangkan WNI Eks ISIS, Pemerintah Siapkan Antisipasi Terduga Teroris Lain Pulang ke Indonesia
Baca: Pemerintah Masih Bingung Tentukan Kewarganegaraan WNI Eks ISIS
"Kalau ditangkal, diceritakan mereka bikin cara lain," katanya.
Sementara itu, Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko mengatakan bahwa pemerintah akan mendata jumlah WNI eks ISIS yang tidak akan dipulangkan ke Indonesia.
Menurutnya pendataan dilakukan untuk memverifikasi data sementara yang didapatkan pemerintah dari agen intelijen Amerika CIA yakni 689 orang.
"Pemerintah akan memverifikasi, mendata," kata Moeldoko di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, (12/2/2020).
Jumlah WNI tersebut menurut Moeldoko bisa berbeda dari data yang dimiliki sekarang.
Karena saat ini ada serangan dari pemerintah Turki, di salah satu wilayah Kurdi, sehingga para WNI eks ISIS tersebut terpencar.
Baca: Keputusan Pemerintah Tak Pulangkan 689 WNI Eks ISIS Sesuai Keinginan Rakyat
Baca: Analisis Formasi Persib di Dua Laga Terkakhir: Robert Albert Merevolusi Format Tiga Bek Khas Italia
"Nah, perlunya ada verifikasi secara detail terhadap orang-orang Indonesia yang jumlahnya ini 689," katanya.
Setelah diverifikasi menurut Moeldoko para WNI yang menjadi Foreign Terorist Fighter (FTF) itu dikelompokkan.
Akan didata berapa yang masih memiliki paspor Indonesia.
"Baru dilihat kewarganegaraannya. Kan isunya ada yang bakar paspor. Itu perlu dilihat lagi," katanya.
Verifikasi diperlukan untuk mencari tahu jumlah anak kecil di kelompok tersebut.
Baca: Anak-anak WNI Eks ISIS Berpeluang Dipulangkan, Pengamat: Tak Boleh Dipisahkan dengan Ibunya
Baca: TB Hasanuddin Apresiasi Keputusan Pemerintah Batal Memulangkan Eks ISIS
Apabila terdapat anak yatim piatu WNI, maka tidak menutup kemungkinan dipulangkan.
"Bisa aja nanti ada pemulangan terhadap anak yang usia sangat kecil, yang yatim piatu. Mungkin kan akan terjadi seperti itu," katanya.
Moeldoko tidak menampik bahwa pemerintah masih bingung menentukan status kewarganegaraan 689 FTF tersebut.
Oleh karena itu menurut Moeldoko, pemerintah melakukan verifikasi.
"Ya (bingung), Tadi itu, perlu verifikasi tadi. Intinya itu," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Whiesa/Taufik Ismail) (Kompas.com/Ihsanuddin)