TRIBUNNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengehentikan sebanyak 36 perkara yang masih dalam penyelidikan.
Adapun 36 perkara itu dinilai tidak mempunyai bukti permulaan yang cukup selama proses penyelidikan.
Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri menjelaskan penyelidikan merupakan serangkaian tindakan penyelidik untuk menemukan peristiwa pidana.
Apabila dalam tahap penyelidik tidak ditemukan bukti yang cukup maka perkara tidak dapat diangkat ke tahap penyidikan.
"Ketika tidak ditemukan bukti permulaan yang cukup setelah proses penyelidikan tersebut, maka untuk menjamin adanya kepastian hukum tentu kemudian dihentikan," kata Ali Fikri, dilansir KompasTV, Jumat (21/2/2020).
Adapun 36 perkara yang dihentikan tersebut terjadi pada tahun 2011, 2013, dan 2018.
Sementara jenis perkaranya antara lain dugaan korupsi dan suap di kementerian, DPR RI, DPRD, kepala daerah, BUMN, serta aparat penegak hukum.
Ia juga mengatakan sejak lima tahun terakhir, KPK telah menghentikan penyelidikan 162 perkara.
Oleh karenanya, ia menganggap penghentian penyelidikan tersebut merupakan hal yang wajar dilakukan KPK.
Di sisi lain, Ali Fikri membantah penghentian penyelidikan untuk kasus besar, seperti Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Bank Century, Sumber Waras, dan divestasi saham PT Nemwont.
Dilansir Kompas.com, walau demikian, ke-36 perkara yang dihentikan KPK tersebut tidak dapat diungkapkan ke publik.
Ali Fikri menegaskan hal itu terkait dalam peraturan yan tertera pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Pihaknya mengatakan penghentian 36 perkara tersebut akan dilakukan dengan sangat hati-hati dan penuh pertimbangan.
"Selama proses penyelidikan dilakukan tidak terpenuhi syarat untuk ditingkatkan ke penyidikan, seperti bukti permulaan yang cukup, bukan tindak pidana korupsi dan alasan lain yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum," katanya.
Menurutnya, penanganan perkara yang telah masuk dalam penyidikan juga penuntutan akan lebih sulit untuk dihentikan.
Sementara, Ali Fikri juga menyampaikan apabila terdapat masyarakat yang ingin mengetahui kelanjutan kasus yang dilaporkan, maka yang berkaitan dapat menghubungi KPK.
"Pelapor itu boleh menanyakan langsung ke Pengaduan Masyarakat atau call center, sejauh mana pengaduannya itu ditindaklanjuti. Jadi pelapornya langsung yang menanyakan," kata Ali.
Sementara, Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan 36 perkara yang akan dihentikan tersebut bukanlah tindak pidana.
Maka ia mengambil sikap penghentian agar perkara-perkara tersebut mendapat kepastian hukum.
"Tujuan hukum harus terwujud, kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. Tidak boleh perkara digantung-gantung untuk menakut-nakuti pencari kepastian hukum dan keadilan," kata Firli, dilansir Kompas.com.
Bahkan, Firli menyampaikan kekhawatiran jika 36 perkara tersebut tak segera dihentikan akan dapat disalahgunakan seperti pemanfaatan modus pemerasan dan kepentingan lainnya.
"Kalau bukan tindak pidana, masa iya tidak dihentikan," ujar Firli.
(TRIBUNNEWS.COM/NIDAUL 'URWATUL WUTSQA)(KOMPAS.COM/ARDITO RAMADHAN)