News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Sidang MK, Dosen UGM Sebut Ketentuan Presidential Threshold 20 Persen Tidak Rasional

Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gedung Mahkamah Konstitusi.

Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yance Arizona, menjelaskan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) tidak lagi sesuai dengan prinsip kebijakan hukum terbuka.

Pernyataan ini disampaikan dalam sidang uji materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) yang digelar di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (13/11/2024).

Dalam sidang tersebut, Yance yang hadir sebagai pemohon pada perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 menjelaskan MK sebelumnya telah menetapkan 11 kriteria kebijakan hukum terbuka.

Kriteria tersebut mencakup prinsip tidak melanggar moralitas, rasionalitas, dan tidak menimbulkan ketidakadilan intolerable.

Yance menilai ketentuan ambang batas pencalonan presiden yang ada saat ini bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut.

Baca juga: Dosen FH UI Gugat UU Advokat di MK, Minta Dosen PNS dapat Jadi Advokat

Yance lantas mengutip Putusan Nomor 116/PUU-XXI/2003 yang menguji ketentuan parliamentary threshold, di mana MK menilai ambang batas 4 persen yang ditetapkan tidak didasarkan pada metode atau argumen yang dapat dibuktikan secara memadai.

Akibatnya, ketentuan tersebut menyebabkan disproporsionalitas suara dalam sistem pemilu proporsional, di mana banyak suara pemilih yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi sehingga mencederai prinsip kedaulatan rakyat.

"Misalkan dalam Putusan Nomor 116/PUU-XXI/2003 terkait dengan pengujian ketentuan parliamentary threshold, mahkamah menilai bahwa penentuan parliamentary threshold 4 persen disusun tidak berdasarkan pada metode dan argumen yang memadai dapat dibuktikan," ujarnya.

Baca juga: KPU Perbarui Aplikasi Sirekap untuk Pilkada 2024, Pastikan Hasil Sidang MK jadi Acuan

"Dan ketentuan parliamentary threshold juga menimbulkan disproporsional suara di tengah penerapan sistem pemilu proporsional," lanjut dia.

Lebih lanjut, Yance juga mengkritisi ketentuan presidential threshold yang mengharuskan pencalonan presiden dan wakil presiden memenuhi ambang batas 20 persen jumlah kursi atau 25 persen suara sah.

Yance menilai ketentuan ini tidak rasional dan menimbulkan pertanyaan tentang kesesuaiannya untuk membangun sistem presidensial yang efektif.

Yance juga mencontohkan Putusan MK Nomor 60/PUU-2022 yang mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah, di mana MK menilai ketentuan tersebut tidak sesuai dengan prinsip pemilihan yang demokratis.

Ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden yang berdasarkan hasil pemilu sebelumnya, dianggap menghilangkan hak partai politik baru yang juga ikut serta dalam pemilu legislatif serentak dengan pilpres.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini