TRIBUNNEWS.COM, Jakarta - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar menjawab kekhawatiran banyak pihak terkait draft RUU Omnibus Law.
RUU Cipta Kerja khususnya bidang lingkungan hidup dan kehutanan, RUU ini justru akan sangat berpihak untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Ditegaskan Menteri Siti Nurbaya, RUU Cipta Kerja akan menjadi norma hukum yang jadi pegangan kita bersama. Mengedepankan sanksi administrasi bukan berarti sanksi pidana hilang seketika.
Informasi sepotong tersebut jelas salah, karena Negara tidak akan lemah pada penjahat lingkungan, justru kita ingin tegas agar lingkungan terjaga dan rakyat sejahtera.
“ Contoh kecil saja, kita tidak ingin ada lagi kasus rakyat yang mencari nafkah tanpa merusak hutan, justru dikejar-kejar dan ditangkapi," tegas Menteri Siti Nurbaya pada awak media, Jumat (21/2/2020).
Menteri Siti menyatakan, KLHK berkepentingan pada pembahasan RUU Cipta Kerja terutama pada pasal UU 41 tahun 1999, UU nomor 32 tahun 2009, dan UU nomor 18 tahun 2013. Pada ketiga UU tersebut terdapat pasal yang dilakukan penyesuaian norma, penghapusan norma, dan penambahan norma baru.
Baca: Raker dengan Komite II DPD RI, Siti Nurbaya Jelaskan 5 Program Nasional
"Karena masih dalam pembahasan, tentu masih akan sangat terbuka sekali ruang diskusi dan masukan dari semua pihak. Kami terus mengikuti dinamikanya," kata Menteri Siti.
Sekjen KLHK Bambang Hendroyono menambahkan, RUU Cipta Kerja bidang LHK sebagai bentuk kehadiran Negara menyederhanakan regulasi agar rakyat sekitar hutan bisa sejahtera, sekaligus memberikan kepastian penegakan hukum lingkungan tetap berada pada koridor yang tepat.
"Dunia usaha bukan berarti swasta yang besar-besar saja. Rakyat yang menerima hutan sosial juga bagian dari itu. Penegakan hukum lingkungan juga jelas dan terang, tidak dihapus. Jadi tidak benar jika dikatakan RUU ini mengabaikan prinsip lingkungan dan pro pebisnis besar saja. Justru sebaliknya, RUU ini sangat berpihak pada kesejahteraan rakyat kecil," tegas Bambang.
Melalui RUU Cipta Kerja kata Bambang, penyederhanaan regulasi melindungi semua elemen masyarakat, termasuk dunia usaha yang didalamnya juga ada UMKM.
"Regulasi untuk kepentingan rakyat tidak boleh ribet tapi juga tidak boleh seenaknya, tetap ada aturan hukum yang mengikat. Ruh utama RUU Cipta Kerja adalah kehadiran negara untuk kepentingan segenap rakyat Indonesia," tambahnya.
Dikatakan Bambang, ada 25.000 desa di seluruh Indonesia yang jutaan masyarakatnya bergantung hidup dari usaha di sekitar dan dalam kawasan hutan. Jutaan rakyat ini harus diberi kepastian hukum dan berusaha, sehingga ekonomi kreatif bisa bergerak mensejahterakan rakyat, dan hutan tetap lestari karena ada kendali kepastian penegakan hukum lingkungan hidup.
Baca: Istana Jamin Omnibus Law Bersih dari Oknum: Semua yang Gelap di DPR akan Terang Benderang
"Melalui Omnibus Law, program Perhutanan Sosial dan TORA akan berlari lebih kencang. UMKM dari kegiatan sekitar hutan akan hidup tanpa mengabaikan prinsip perlindungan hutannya, karena sanksi hukum bagi perusak lingkungan tetap ada. Jadi jangan dikira cukong-cukong dan perusak lingkungan bisa bebas, itu tidak benar. Justru langkah koreksi yang sudah dilakukan untuk rakyat pada periode pertama lalu, kali ini semakin diperkuat oleh RUU Omnibus Law," jelas Bambang.
Dicontohkannya, banyak kasus hukum selama ini menjerat masyarakat kecil sekitar hutan, padahal mereka hanya mencari nafkah dari kekayaan alam sekitar. Selain itu banyak usaha masyarakat di sekitar dan dalam hutan, tidak dapat dijalankan karena masyarakat dihantui kekhawatiran tidak adanya kepastian hukum dan berusaha.