News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pengusul RUU Ketahanan Keluarga, Ledia Hanifa: Ada Argumentasi dan Diskusi itu Biasa

Editor: Rachmat Hidayat
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah.

Laporan wartawan Lucius Genik

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PKS, Ledia Hanifa mengungkapkan pembahasan seputar RUU Ketahanan Keluarga masih dilakukan. Hal ini menyusul besarnya gelombang penolakan konten draf RUU tersebut karena dinilai menyentuh ranah pribadi masyarakat Indonesia.

Ledia mengatakan, pembahasan baru mencapai tahap harmonisasi di Badan Legislasi (Baleg) DPR. "Proses pengusulan ini masih di dalam pembahasan internal DPR. Baru tahap harmonisasi di Badan Legislasi," katanya, Sabtu (22/2/2020).

Anggota DPR yang juga menjadi inisiator RUU Ketahanan Keluarga ini menganggap polemik terkait proses legislasi RUU Ketahanan Keluarga merupakan keniscayaan.

Baca: Mahfud MD Usul agar Polsek Tidak Berwenang Menyidik Perkara, Ini Kata Kompolnas

Menurutnya, yang terpenting adalah agar RUU Ketahanan Keluarga ini dipelajari secara komprehensif."Terkait polemik dalam pembahasan legislasi adalah sebuah keniscayaan. Ada argumentasi dan diskusi itu hal biasa. Yang penting saling mempelajari secara komprehensif dan bertanggung jawab," kata Ledia Hanifa.

Stafsus Presiden Joko Widodo (Jokowi) Dini Purwono menilai RUU Ketahanan Keluarga terlalu menyentuh ranah pribadi. Ia pun mempertanyakan urgensi RUU tersebut untuk dibahas di DPR RI.

Baca: Bamsoet Yakin RUU Ketahanan Keluarga Akan Dibatalkan

Karena, ia menduga akan terjadi pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM) jika RUU itu diketok di DPR. "(RUU Ketahanan Keluarga,red) terlalu menyentuh ranah pribadi. Itu juga kan hak asasi manusia. Jangan sampai juga inkonstitusional. Kan ujung-ujungnya kita mesti lihat sesuai konstitusi. Kalau sampai dianggap itu melanggar hak asasi manusia, ya inkonstitusional," kata Dini, di Jakarta, Jumat (21/2/2020).

Dini mengatakan, pemerintah akan membahas RUU ini bersama DPR untuk mengetahui substansi dan urgensinya.Pemerintah, lanjut Dini, ingin memastikan perlu atau tidaknya negara masuk ke wilayah private di dalam keluarga.

Baca: Senyum BCL di Foto Keluarga Pertama tanpa Ashraf Sinclair, Matanya Masih Terlihat Sembab

"Tapi nanti kami pasti akan kasih pendapatlah. Setiap undang-undang kan pasti ada pembahasan juga sama pemerintah. Nanti akan kami pertanyakan juga apa segitunya negara harus masuk ke ranah privat," ucap Dini.
Diketahui, RUU Ketahahan Keluarga sudah beredar di kalangan masyarakat, dan lasngung menuai polemik. RUU ini diusulkeun oleh anggota Komisi VIII DPR secara perseorangan.

Yang paling gigih mengusulkan adalah anggota DPR RI dapil Jawa Barat, Netty Prasetyani. Istri mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan ini berpandangan, UU Ketahanan Keluarga untuk kemajuan bangsa.

Baca: Ciri-ciri Hunian Idaman untuk Keluarga Muda yang Baru Menikah

Menurutnya, unit terkecil masyarakat adalah keluarga. Keutuhan, kerukunan, keharmonisan, menjadi pilar bagi sebuah keluarga.Namun pasal-pasal dalam draf RUU Ketahanan Keluarga ini dianggap banyak bertentangan dengan aturan lain, misalnya UU Hak Asasi Manusia.

Pasal 23 ayat (3) poin a, membatasi perempuan hanya sekadar kewajiban mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya. Bahkan urusan kamar pun diatur. Kewajiban istri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), antara lain:
a. wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya;
b. menjaga keutuhan keluarga; serta
c. memperlakukan suami dan Anak secara baik, serta memenuhi hak-hak suami dan Anak sesuai norma agama, etika sosial, dan ketentuan peraturan perundang-undangan

Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga juga mengatur tentang penanganan krisis keluarga yang disebabkan penyimpangan seksual. Penyimpangan seksual yang dimaksud dalam RUU Ketahanan Keluarga tertuang dalam penjelasan Pasal 85.

Baca: Tolak RUU Ketahanan Keluarga, Istana: Terlalu Menyentuh Ranah Pribadi

Berdasarkan penjelasan pasal tersebut, ada empat jenis penyimpangan seksual. Empat jenis penyimpangan seksual itu meliputi:

a. Sadisme adalah cara seseorang untuk mendapatkan kepuasan seksual dengan menghukum atau menyakiti lawan jenisnya.
b. Masochisme kebalikan dari sadisme adalah cara seseorang untuk mendapatkan kepuasan seksual melalui hukuman atau penyiksaan dari lawan jenisnya.
c. Homosex (pria dengan pria) dan lesbian (wanita dengan wanita) merupakan masalah identitas sosial di mana seseorang mencintai atau menyenangi orang lain yang jenis kelaminnya sama.

d. Incest adalah hubungan seksual yang terjadi antara orang yang memiliki hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah, ke atas, atau menyamping, sepersusuan, hubungan semenda, dan hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang untuk kawin.

Selanjutnya, dalam Pasal 86 - Pasal 87, pelaku penyimpangan seksual wajib dilaporkan atau melaporkan diri ke badan atau lembaga yang ditunjuk pemerintah untuk mendapatkan pengobatan atau perawatan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini