TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persoalan Wuhan adalah persoalan kemanusiaan global.
Karena itu, setiap insan, di belahan bumi manapun, dari latarbalakang suku atau atau agama manpun, harus menunjukkan kepedulian atas musibah kemanusiaan ini.
Demikian disampaikan tokoh nasional Maruarar Sirait saat menyampaikan sambutan adalam acara "Spirit for Wuhan; Bersatu untuk Kemanusiaan" di Foodstreet, Golf Island, Pantai Indah Kapuk, Jakarta, Jumat (21/2/2020).
Acara Spirit for Wuhan ini digagas oleh Aliansi Masyarakat Peduli Wuhan. Ada puluhan organisasi yang tergabung dalam aliansi ini.
Diantaranya adalah Serikat Mahasiswa Muslim Indonesia, Pertahanan Ideologi Syarikat Islam, GP Ansor, ICMI, Serikat Pelajar Muslimin Indonesia, Kelompok Studi Merah Putih, PP GMKI, Pemuda Katolik, Hikmahbudi dan Generasi Muda Konghucu.
Selain itu ada Himpunan Satu Hati Nusantara, Perkumpulan Persahabatan Alumni Tiongkok Indonesia, Himpunan Satu Hati Nusantara, Persatuan Wanita Tionghoa, Budha Tzu Chi, Perhimpunan Masyarakat Jawai Kalimantan Barat, Persatuan Beladiri Indonesia, Himpunan Satu Hati Nusantara, Asosiasi Bapak Angkat Indonesia, Universitas Pelita Harapan, Universitas Binus dan lain-lain.
Maruarar mendukung acara penggalangan satu juta masker ini setelah dikontak oleh Ketua Panitia Ardy Susanto yang dinilainya bisa dipercaya dan kredibel seminggu lalu.
Ia pun berpesan kepada Ardy sebagai tokoh muda untuk terus menjaga kredibilitas dan terus menjaga komunikasi dengan berbegai elemen yang beragam baik suku, agama mapun etnisitasnya.
Selain itu, Maruarar juga mendukung acara ini sebab atas dasar kemanusiaan. Lebih-lebih hubungan Indonesia dengan bangsa Tiongkok sudah terjalin lama, dan bahkan banyak warga Indonesia yang berasal dari etnis Tionghoa mampu mengibarkan bendera Merah Putih dengan tegak di dunia internasional seperti Alan Budi Kusuma dan Susi Susanti.
Dalam dunia politik juga dikenal ada Kwik Kian Gie dan Ahok yang begitu kokoh dalam nasionalisme keindonesiannya.
"Saya sampaikan kepada saudara-saudara Tionghoa di Indonesoa, jangan merasa menjadi minoitas. Kita punya hak sama menjadi warga negara Indonesia yang kita cintai ini. Mari kita bersama-sama berjuang bersama dan berkeringat bersama demi Pancasila dan Indonesia yang kita cintai ini," ungkap Maruarar.
Di depan ratusan orang yang didominasi etnis Tionghoa, Maruarar pun mengajak hadirin untuk komitmen dalam menjalankan Pancasila dan nilai-nilai kemanusiaan itu.
Sehingga publik bisa melihat secara langsung melalui aksi-aksi nyata bahwa memang Pancasila dan nilai-nilai kemanusiaan itu hadir di PIK.
"Kita tentu tak mengharapkan musibah. Namun kalau ada musibah kemanusiaan di Timur Tengah, Amerika Latin atau Afrika, mari kita juga bersama-sama berdiri dan membantu mereka sebagaimana kita berdiri dan bersama-sama untuk Wuhan," kata Ara, demikian ia disapa, yang disapa ratusan hadirin.
Maruarar juga mengatakan bahwa momentum ini juga menjadi ajang memperkuat persatuan dan kesatuan warga Indonesia tanpa membedakan suku, agama dan ras. Warga Indonesia bisa belajar dari Joko Widodo dan Prabowo Subianto yang selalu mengedepankan kepentingan nasional.
"Mereka sudah naik kelas dari politisi menjadi negarawan," ungkap Maruarar.
Tentu saja, sambung Maruarar, tak semua senang bila Jokowi dan Prabowo bersatu. Pun demikian, tak semua juga senang bila Indonesia bersatu.
Karena itu, semua warga Indonesia harus semakin kokoh dalam persatuan sebab ada saja pihak yang mau Indonesia terceraiberai dengan menggunakan aksi intoleran dan bahkan radikalisme.
"Mari kita dadah sama intoleransi," kata Maruarar, sambil mengajak ratusan hadirin untuk melambaikan tangan sebagai sikap menegaskan untuk komitmen menjaga toleransi.
Ketua Panitia Ardy Susanto sangat senang dengan dukungan dari Maruarar Sirait. Ia mengatakan bahwa mengontak Maruarar sepekan lalu. Namun meski baru bertemu dan baru dikenalnya, Maruarar langsung komitmen mendukung acara ini secara total.
"Bahkan tim dari Bang Ara membantu kita secara total dengan persiapan hanya satu minggu ini," ungkap Ardy.
Acara ini berjalan dengan meriah dan khidmat. Acara disertai dengan atraksi kebudayaan dari berbagai daerah di Indonesia, seperti tarian Minahasa, Nasyid, pencak silat Banten serta Nyanyian Aceh dan Mandarin.
Selain menyalakan lilin, juga ada doa bersama di ujung acara. Doa dilakukan para tokoh lintas agama, dan dipimpin oleh tokoh agama dari agama Islam, ustadz Zaki Mirza.