TRIBUNNEWS.COM - Siapa sangka kegiatan Pramuka yang diselenggarakan SMPN 1 Turi Sleman Yogyakarta berujung malapetaka.
Sebanyak 249 siswa/siswi SMPN 1 Turi hanyut di Sungai Sempor Sleman.
Hingga Sabtu (22/2/2020) pukul 11.45 WIB, rilis Tim SAR gabungan menyebut delapan murid dinyatakan meninggal dunia.
Sementara, dua peserta didik belum ditemukan.
Kini, siapa yang bertanggung jawab pun menjadi tanda tanya.
Humas Kwartir Cabang (Kwarcab) Kota Surakarta sekaligus Sekretaris Pramuka Peduli Arba'in Rajab Nugroho menilai, Ketua Majelis Pembimbing Gugus Depan (Kamabigus) atau Kepala Sekolah lah yang harus bertanggung jawab.
"Secara struktur yang bertanggung jawab ya yang memberi tanda tangan kegiatan, Kamabigusnya, kepala sekolah." ungkapnya saat dihubungi Tribunnews, Sabtu (22/2/2020).
Baca: Siswa SMP 1 Turi Hanyut di Sungai, Pembina Pramuka Perlu Pahami Manajemen Risiko sebelum Berkegiatan
Arba'in menilai sekolah menjadi pelayan, sebagai pengganti orangtua.
Arba'in menyebut, Pramuka telah memiliki standar dan prosedur dalam berkegiatan.
"Anggota Pramuka bukan sekedar orang diseragami baju Pramuka, dalam aturannya, seorang siswa itu ibaratnya diserahkan oleh orangtua untuk dididik di Pramuka," ungkapnya.
"Ada aturan, tahap-tahapnya, ada Syarat Kecakapan Umum (SKU), ada juga Syarat Kecakapan Khusus (SKK)," imbuhnya.
Arba'in menyebut, ada dugaan kegiatan Pramuka yang dilakukan tidak mengacu pada rambu-rambu seperti SKU dan SKK.
Baca: Siswa SMPN 1 Turi Sleman Hanyut saat Susur Sungai Sempor, Ini Tindakan Gubernur DIY dan Kata Pakar
"Sempat ada bahasan, jangan-jangan adik-adik yang ikut susur sungai tidak memiliki SKK," ungkapnya.
Dalam kasus hanyutnya peserta didik di Sungai Sempor, Arba'in menilai SKK pun sudah mengatur.
"Berenang itu sebenarnya menjadi SKK wajib bagi Pramuka, anak-anak Pramuka pasti tau ada kemampuan berenang di SKK," ujarnya.
Maka menjadi keprihatinan Arba'in, peserta didik yang belum tentu memiliki kecakapan khusus berenang, tetap diikutkan dalam kegiatan yang memiliki risiko kemampuan bertahan dan menyalamatkan diri di air.
"Jadi ketika tidak memiliki SKK berenang, namun menjalankan kegiatan di sungai, hal itu tidak pas," ungkapnya.
Selain itu, Arba'in menyoroti peran Pembina Pramuka.
Pelatih/Pembina Pramuka setidaknya harus memiliki kemampuan dalam mengatasi risiko yang ada.
"Para pembina juga harus solid, reaksi cepatnya apa, kalau ada yang hanyut, setidaknya pembina juga harus punya skill itu," ujarnya.
Baca: Cari Siswa SMP 1 Turi Sleman Korban Hanyut, Tim SAR Saling Bergandengan Tangan Sisir Sungai Sempor
Arba'in menilai hal semacam itu adalah kemampuan dalam pertolongan pertama.
Menurut Arba'in, kejadian ini bisa dijadikan sebagai bahan evaluasi dalam setiap kegiatan.
"Kita bisa mawas diri dan memperhatikan kembali, harus ada plan A plan B dalam setiap kegiatan," ungkapnya.
Pendapat Sri Sultan
Pendapat senada juga disampaikan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X.
Dilansir Kompas.com dari Tribun Jogja, Sri Sultan datang ke lokasi pada Jumat (21/2/2020), malam.
Sri Sultan mengaku prihatin dan bersedih.
Baca: Diberi Rp 73 Juta, Korban Tertimpa Pohon Tumbang di Sleman: Tak Cukup Mengobati Sakit Hati Saya
Sri Sultan meminta pihak penyelenggara mampu bertanggungjawab.
"Saya mohon pimpinan sekolah bisa bertanggung jawab atas musibah ini. Itu saja yang bisa saya sampaikan, dengan sangat sedih dan rasa prihatin," ungkapnya.
Sri Sultan juga tak habis pikir susur sungai digelar saat musim penghujan seperti saat ini.
"Saya juga prihatin, kenapa justru musim hujan ada aktivitas menyusuri sungai," tegasnya.
Susur Sungai Hanya untuk Orang Dewasa
Sementara itu, Dosen Sumber Daya Air dan Sungai Fakutas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) Agus Maryono menegaskan, kegiatan susur sungai tidak diperuntukkan bagi anak-anak dan remaja.
Dilansir Kompas.com, hal tersebut diungkapkan Agus untuk menanggapi peristiwa hanyutnya ratusan siswa SMP Negeri 1 Turi, Sleman.
"Idealnya susur sungai dilakukan oleh orang-orang dewasa, anak dan remaja tidak boleh susur sungai," kata Agus.
Tidak secara usia, Agus mengungkapkan orang dewasa yang dimaksud adalah mereka yang memiliki keterampilan.
"Seperti TNI, Mapala, komunitas sungai, mereka-mereka yang telah terbiasa," ucap dia.
Agus mengungkapkan susur sungai termasuk dalam kegiatan pengenalan sungai.
Susur sungai disebut Agus menjadi satu di antara upaya mengenali potensi sungai.
Kendati demikian, mengenali potensi sungai bukan berarti harus masuk ke dalam aliran sungai.
Apalagi, dilakukan oleh anak-anak dan remaja.
"Bagi anak dan remaja, susur sungai bisa dilakukan di luar (aliran) sungai, tidak jalan-jalan di dalam (aliran) sungai," kata Agus.
Agus menilai susur sungai adalah berisiko tinggi.
Agus menambahkan, dalam prosedur yang benar, susur sungai harus memperhatikan kondisi cuaca.
Agus menegaskan, kegiatan susur sungai tidak diperkenankan dilakukan saat musim hujan.
"Banjir bandang tidak bisa diduga, debit air bisa tiba-tiba meningkat" kata dia.
Diketahui, 249 siswa/siswi kelas 7 dan 8 SMPN 1 Turi Sleman hanyut di Sungai Sempor.
(Tribunnews.com/Wahyu Gilang P) (Kompas.com/Wijaya Kusuma/Setyo Puji)