Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) enggan merinci 36 perkara yang dihentikan pihaknya.
Pelapor diminta menghubungi KPK untuk mendapat informasi apakah laporan mereka masuk dalam bagian yang dihentikan atau tidak.
"SOP-nya silakan melapor, bisa ke humas atau call center, bisa tanya Pelapornya, harus pelapornya," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri dalam diskusi di kawasan Wahid Hasyim, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (23/2/2020).
Baca: KPK Hentikan 36 Kasus, ICW Soroti Firli Bahuri yang Masih Aktif di Polri: Ada Udang di Balik Batu
Sebab kata Ali, mengacu pada standard operating procedure (SOP) pihak yang bisa memastikan nasib sebuah laporan hanya Pelapor yang bersangkutan dan tak boleh diwakilkan.
Adapun menurut Undang-Undang, KPK juga dilarang menginformasikan kasus yang diperkarakan.
"Pelapor di Undang-undang harus dilindungi, namun pelapor boleh bertanya lanjutan kasusnya gimana saat ini," ungkap dia.
Baca: ICW Nilai Pimpinan KPK Tak Punya Gairah Kejar Harun Masiku
Soal 36 perkara yang dihentikan, KPK mengatakan kasus tersebut bisa dibuka kembali jika pihak Pelapor mengajukan bukti tambahan.
Lantaran, puluhan kasus yang disetop katanya cuma berdasarkan pada dugaan atau kecurigaan semata, tanpa disertai bukti kuat.
"Nah nanti juga bisa dibuka kembali kalau ada bukti tambahan, ini cuma karena ada dugaan kecurigaan," katanya.
Kasus Century dan RS Sumber Waras Tidak Masuk Dalam Daftar 36 Perkara yang Dihentikan KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diketahui telah menghentikan 36 perkara pada tahap penyelidikan.
Kasus yang dihentikan pimpinan era Firli Bahuri cs berawal dari 20 Desember 2019 hingga 20 Februari 2020.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menyebut setidaknya ada empat kasus besar yang tidak dihentikan.
Baca: Respons Nadiem Makarim Soal Bayar SPP Pakai GoPay, Bantah Beri Instruksi dan Terlibat dengan GoJek
Pertama, kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II yang menjerat eks Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino alias RJ Lino.