Laporan wartawan Reza Deni dan Lucius Genik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Rencana pemindahan ibu kota RI dari Jakarta ke wilayah Provinsi Kalimantan Timur melibatkan banyak kementerian, termasuk Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)-Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Tak pelak Menteri ATR-Kepala BPN, Sofyan Djalil ikut sibuk terlibat dalam urusan penyiapan lahan calon ibukota seluas 256 ribu hektare.
"Pertama kami identifikasi apa dan bagaimana tanah di kawasan itu. Kami bikin IP4T (identifikasi pemilikan, penguasaan, pemanfaatan, dan penggunaan tanah). Jadi kami tahu siapa dan apa. Kalau ada hak milik, hak milik siapa, kalau ada HGU (hak guna usaha), HGU punya siapa," ujar Sofyan Djalil dalam wawancara eksklusif dengan tim Tribunnews Network di ruang kerjanya, Kantor Kementerian ATR-BPN, Jalan Sisingamangaraja No 2, Jakarta, Kamis (27/2/2020).
Berikut petikan wawancara dengan Sofyan Djalil.
Tribun: Presiden Jokowi pernah menyebut ada sekira 80 juta sertifikat yang harus dituntaskan. Menurut Anda apakah target itu reasonable (masuk akal)?
Tujuan pemerintah adalah bagaimana bisa mendaftar seluruh tanah di Indonesia. Kalau bisa kita terbitkan sertifikatnya.
Menurut perkiraan, paling sedikit ada 126 juta bidang tanah di seluruh Indonesia yang perlu didaftar, mulai ukuran kecil sampai ada yang 2.000 hektare.
Baca: Siswi SMP Tewas di Gorong-gorong karena Dibunuh Ayah Kandung, Ibu Korban Ancam Mantan Suami
Baca: Nagita Slavina Menangis saat Bicarakan Ashraf Sinclair, Raffi Ahmad: Mudah-mudahan Sehat Terus
Pada 2015 tanah yang bersertifikat baru 46 juta. Setelah Pak Jokowi jadi presiden, sampai akhir 2019 bertambah sekira 27 juta yang sudah didaftar.
Jadi kalau itu 46 juta tambah 27 juta berarti sudah 73 juta yang sudah terdaftar. Memang belum tentu tanah yang sudah terdaftar itu bersertifikat.
Jadi kalau targetnya 126 juta bidang tanah terdaftar, berarti masih tersisa sekitar 53 juta bidang tanah. Target kami, pada 2025 semua bidang tanah itu sudah terdaftar.
Tribun: Apakah menurut Anda target itu reasonable?
Tentu reasonable walaupun memang ini banyak daerah yang jauh‑jauh itu sebenarnya mereka tidak terlalu butuh sertifikat. Yang penting bidang tanah itu didaftar meskipun tidak harus semua diterbitkan sertifikatnya.
Tribun: BPN melakukan lompatan luar biasa, kiatnya apa?
Orang BPN itu mampu bekerja secara baik-baik, tinggal kita perbarui metodologi, kita beri alat, karena peralatan sekarang sangat banyak membantu. Peta sudah lebih tersedia.
Baca: Sekda Jakarta Minta Warga Nikmati Banjir, Pernyataannya Dianggap Menyinggung & Tak Punya Empati
Baca: Ramalan Zodiak Hari Ini, Jumat 28 Februari 2020: Capricorn Sulit Fokus, Virgo akan Dapatkan Kejutan
Dulu orang mengukur tanah pakai theodolite, sekarang sudah RTK (real time kinematic) namanya. Orang daftar ke sini, di sana sudah langsung ketahuan koordinatnya, bisa lebih cepat.
Kita juga memperbaiki dan menambah man power. Dulu juru ukur cuma pegawai BPN. Sekarang kita perkenalkan juru ukurnya pihak ketiga yang independen.
Setelah mengikuti tes kompetensi, kemudian diberikan izin dan lisensi/sertifikat.
Ketika saya baru masuk ke Kementerian ATR-BPN, jumlah juru ukur sekitar 2.000‑an, sekarang sudah 12 ribuan. Sebagian besar adalah juru ukur dari luar BPN.
Tribun: Apakah ada perangsang buat pegawai BPN untuk mencapai target yang ditetapkan Presiden Jokowi?
Tahun yang lalu pemerintah menaikkan tukin (tunjangan kinerja) pegawai BPN. Pak Presiden mengatakan kerja orang BPN sudah cukup bagus, maka diberikan tambahan tukin.
Namun bagi yang tidak punya kinerja bagus diberi punishment. Yang mengacau tidak dikasih kerjaan, dibebastugaskan, kita ambil tindakan itu juga.
Baca: Ketua DPR Bilang Wajar, Ada Putusan MA Tentang Larangan Merekam Saat Sidang
Baca: Hasil Autopsi Balita Tanpa Kepala Samarinda Keluar, Terbukti Tak Dibunuh, Ini Penyebab Meninggal
Tribun: Rencana pemindahan dari Jakarta ke Kaltim apakah menambah pekerjaan buat Anda?
Semua tanah yang dicadangkan untuk kawasan ibu kota pada tahap ini adalah 256 ribu hektare. Untuk core (inti) ibu kota tahap pertama pembangunan sekira 6 ribu hektare.
Pertama kami identifikasi apa dan bagaimana tanah di kawasan itu. Kami bikin IP4T (identifikasi pemilikan, penguasaan, pemanfaatan, dan penggunaan tanah).
Kami sudah tahu siapa dan apa. Kalau ada hak milik, hak milik siapa, kalau di atasnya ada HGU (hak guna usaha) itu HGU siapa. Dari luas lahan yang diperlukan, alhamdulillah lebih dari 90 persen tanah negara yang bebas.
Tribun: Bagimana kondisi tanah negara yang mencapai jumlah 90 persen dari 256 ribu hektare?
Kalau tanah negara ada dua, yaitu lahan berupa hutan dan ada tanah bekas konsesi pengusaha Sukanto Tanoto yang dilepaskan. Itu adalah hutan tanaman industri, yang nanti setelah dipanen, akan ditanami lagi, dihutankan kembali.
Tribun: Apakah konsesi Sukanto Tanoto masih berlaku?
Masih, tapi sudah dikurangi, sudah dikeluarkan konsesinya, itu langsung dikuasai oleh negara.
Baca: Penularan Virus Corona Lewat Uang, Kasus Pertama Bank Jepang
Baca: Utut Adianto: Masyarakat Catur Sambut Gembira Piala Presiden
Selain itu ada Bukit Soeharto, bagian dari ibu kota nanti. Juga hutan di luar Taman Nasional Bukit Soeharto.
Ada tanah‑tanah masyarakat walaupun tidak banyak, sekira 10 persen itu. Tanah-tanah itu ada yang sudah bersertifikat. Ada yang secara de facto dikuasai dan dimanfaatkan masyarakat tapi tidak bersertifikat.
Tanah-tanah di kawasan calon ibu kota negara dalam kondisi status quo, artinya tidak boleh dialihkan tanpa izin.
Setelah badan otorita terbentuk harus izin lembaga itu. Kalau mau menjual harus ditawarkan dulu kepada badan otorita.
Tribun: Apakah BPN ikut memantau adanya kemungkinan praktik spekulasi?
Kami sudah tahu siapa saja pemilik lahan di sana. Kami akan batasi harga di sana, dengan mekanisme misalnya kontrol pajak. Kalau ada spekulasi, gigit jari saja nanti.
Nilai tambah yang tercipta itu akan dipajaki, supaya jangan ada orang berspekulasi tanah di sana. (reza deni)