News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Aktivis: RUU Ketahanan Keluarga Terlalu Masuk Urusan Personal

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi suami istri


Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hartoyo, aktivis LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) mendukung sikap pimpinan MPR meminta segera mencabut Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020.

"Sangat mendukung sikap pimpinan MPR dengan alasannya, terlalu masuk urusan personal warga," ujar Hartoyo kepada Tribunnews.com, Kamis (5/3/2020).

Baca: Komisi VIII DPR: RUU Ketahanan Keluarga Bisa Saja Dicabut dari Prolegnas 2020

Menurut dia, jikalau mau mengurus persoalan keluarga, maka akan baik memastikan pola relasi suami dan istri yang setara.

"Misalnya soal hubungan suami istri, itu sangat bias gender dalam RUU tersebut," katanya.

Termasuk juga kata dia, bagaimana anak laki-laki dan perempuan dapat akses yang sama.

Pun menghentikan segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga, termasuk kekerasan seksual.

Oleh karena itu, dia tegaskan, perlu memperkuat UU kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan RUU Penghapusan kekerasan seksual.

Sebelumnya juga Hartoyo mempertanyakan dasar Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga mendefinisikan homoseksual dan lesbian (LGBT) sebagai penyimpangan seksual.

Karena dia menegaskan, ilmu psikologi dan medis sudah mengeluarkan LGBT sebagai gangguan kejiwaan.

"Definisi penyimpangan seksual itu berbasis apa dalam RUU tersebut? Itu tidak jelas, karena ilmu psikologi dan medis acuannya DSM IV atau PPDGJ yang sudah mengeluarkan LGBT sebagai gangguan kejiwaan," ujar Hartoyo kepada Tribunnews.com, Rabu (19/2/2020).

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) adalah publikasi yang mengklasifikasikan gangguan kejiwaan menggunakan bahasa yang umum dan kriteria yang standar sebagai acuan dunia internasional.

Kalau perumus RUU menggunakan istilah penyimpangan seksual dalam basis ilmu sosial, maka kata dia, itu juga sangat membingungkan.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini