Karena satu keluarga bisa menganggap LGBT aneh tapi keluarga lain anggap biasa.
"Nah untuk soal ini saja, rumusan RUU ini soal penyimpangan seksualnya bermasalah," tegasnya.
Dia juga mengkritik upaya RUU ini mencoba "merehabilitasi," atau akan mengubah anggota LGBT, untuk bisa "disembuhkan" dalam keluarga.
"Lagi-lagi basisnya apa? Karena setiap keluarga punya makna sendiri-sendiri soal LGBT," jelasnya.
"Ada yang menerima ada yang mungkin menolak. Menolaknya juga bisa beda-beda juga.
Terus bagaimana kalau gitu," tegasnya.
Karena itu, dia tegaskan, perumus RUU ini punya masalah dalam pijakannya sendiri.
Baca: Pasien Terjangkit Virus Corona Diisolasi, Bagaimana Mereka Komunikasi dengan Keluarga?
Pijakan yang tidak umum itu, kata dia, coba dipaksakan ke negara dalam bentuk hukum.
"Mereka seperti punya nilai sendiri. Kemudian nilai itu dia paksakan ke negara dalam bentuk hukum. Dan kemudian nilai itu akan dipaksakan kepada keluarga lain," ucapnya.
Pimpinan MPR: RUU Ketahanan Keluarga Harus Dicabut dari Prolegnas
Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat berharap DPR harus segera mencabut Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020.
"Banyak pasal-pasal dalam RUU Ketahanan Keluarga yang melanggar hak azasi manusia, sehingga perlu dipikirkan cara-cara konstitusional untuk mencabut RUU ini dari Prolegnas Prioritas 2020," kata Lestari Moerdijat yang akrab disapa Rerie dalam keterangan tertulisnya, Rabu (4/3/2020).
Rerie menyebut RUU Ketahanan Keluarga tidak perlu ada karena terlalu mengatur kehidupan masyarakat secara personal.
"Jadi karena terlalu masuk ke ruang privat," kata legislator Partai Nasdem itu.
Sementara, anggota Ombudsman Ninik Rahayu mengatakan, lewat RUU tersebut, bangsa ini diajak mundur ke zaman Kartini.
"RUU ini produk hukum politik yang sangat eksklusif. Hukum sebaiknya untuk kebaikan, bukan sebaliknya," tutur Ninik.