"Kita cari cara, sejak tahun lalu gimana caranya tambal."
"Caranya menambal itu yang kita bayangkan tahun lalu adalah pemerintah berikan uang, uang lebih besar kepada BPJS Kesehatan," jelas Suahasil di Jakarta, seperti yang diberitakan Kompas.com, Senin (9/3/2020).
"Kalau kita berikan uang seperti itu saja, tahun depan tidak tahu lagi berapa," jelasnya.
Menurut Suahasil, kenaikan tarif iuran sebesar 100 persen untuk masing-masing kelas peserta merupakan satu di antara cara menambal defisit BPJS Kesehatan.
Selain itu, pemerintah juga menanggung iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI) hingga akhir 2019 sebesar Rp 15,5 triliun.
"Nah ini yang sudah dilakukan dengan cara menaikkan itu, maka tahun lalu pemerintah bisa bayari defisit tersebut.
Tahun ini juga pemerintah bayari PBI dengan tarif yang baru," jelas Suahasil.
Baca: SAH! Kenaikan Iuran BPJS Batal Naik 100 Persen, Mahkamah Agung Terima Ajuan KPCDI
"Jadi sebenarnya, kenaikan itu adalah utk bisa menambal defisitnya BPJS.
Nah dengan adanya putusan tadi, kita pelajari dan diskusikan implikasinya," tambahnya.
Putusan MA
Dilansir dari Kompas.com, perpres tentang Jaminan Kesehatan itu dibatalkan MA pada 27 Februari 2020.
"Perkara Nomor 7 P/HUM/2020 perkara Hak Uji Materiil," ujar Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro, Senin (9/3/2020).
Menurut Andi, MA mengabulkan sebagian permohonan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) terkait perpres itu.
Sebelumnya, KPCDI menggugat ke MA dan meminta kenaikan iuran BPJS dibatalkan karena merasa keberatan.
Baca: Tanggapan KPCDI Soal MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS: Rakyat Kecil Senang Menyambut Ini